AMAZINGSEDEKAH.COM- Meresahkan! Satu kata itu yang muncul di benak sebagian besar
masyarakat tatkala aturan pelaksanaan UU Kesehatan terkait penyediaan alat
kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja resmi disahkan.
Aturan tersebut terbit dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Kesehatan. Salah satu tujuan utamanya adalah
meningkatkan layanan promotif dan preventif untuk mencegah masyarakat jatuh
sakit.
Dalam Pasal 103 PP yang ditandatangani pada Jumat (26 Juli 2024) itu disebutkan bahwa layanan tersebut mencakup kesehatan reproduksi usia sekolah dan remaja, dalam bentuk pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi.
Upaya tersebut setidaknya berkaitan dengan sistem, fungsi, dan
proses produksi; menjaga kesehatan alat reproduksi; perilaku seksual berisiko
dan akibatnya; keluarga berencana (KB); melindungi diri dan mampu menolak
hubungan seksual; serta pemilihan media hiburan sesuai usia anak.
Kementerian Kesehatan memastikan bahwa edukasi terkait kesehatan
reproduksi, termasuk penggunaan kontrasepsi, hanya ditujukan kepada remaja yang
sudah menikah dengan tujuan menunda kehamilan karena kesiapan calon ibu yang
mungkin terbatas oleh masalah ekonomi atau kesehatan.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan, Mohammad Syahril, melalui
keterangan resmi yang dikutip InfoPublik pada
Rabu (7/8/2024), menjelaskan bahwa edukasi terkait kesehatan reproduksi juga
mencakup penggunaan kontrasepsi. Namun, penyediaan alat kontrasepsi tidak untuk
semua remaja, melainkan bagi remaja yang sudah menikah dengan tujuan menunda
kehamilan karena belum siap secara ekonomi atau kesehatan. Sesuai dengan
ketentuan dalam PP terkait, sasaran utama pelayanan alat kontrasepsi adalah
pasangan usia subur dan kelompok usia subur yang berisiko.
Alat kontrasepsi merupakan
sarana yang digunakan untuk mencegah atau menunda kehamilan. Alat ini bekerja
untuk menghambat pertemuan sel sperma dan sel telur. Tujuan lain dari
kontrasepsi adalah menghambat pematangan sel telur serta mencegah penularan
penyakit menular seksual.
Walaupun masyarakat dihimbau agar tidak salah mengartikan PP
tersebut di atas, tetapi polemik tetap terjadi. Sebagian besar pihak menilai
pelaksanaan PP ini berbahaya, sebab narasi kesehatan reproduksi remaja justru
diarahkan sesuai mindset kebebasan ala Barat. Ironisnya, sosialisasi larangan
menikah dini intensif dilakukan, tapi alat kontrasepsi malah disediakan untuk
remaja. Dengan kata lain, PP terutama pasal 103 secara tersirat memberi lampu hijau bagi seks bebas di
kalangan remaja.
Islam sebagai agama yang sempurna, telah mengatur persoalan ini
secara tuntas. Sejatinya, kebijakan pelayanan kesehatan Islam berpijak di atas
sejumlah prinsip yang sahih. Terutama bagian yang bertujuan untuk merawat kesehatan
sistem reproduksi dan potensi melangsungkan keturunan.
![]() |
Menikah satu-satunya jalan halal menyalurkan seksualitas. Foto : Amazing Sedekah/Canvapro |
Alhasil, upaya promotif, preventif, dan kuratif dalam Islam,
menjauhkan unsur fahisyah (perbuatan keji) dan orientasi profit sehingga
meniscayakan maksimalnya faedah potensi berketurunan setiap individu. Juga menjamin
terwujudnya kebahagiaan, kesejahteraan, kemuliaan, ketenangan, dan terhindarnya
masyarakat dari kebejatan moral serta kerendahan tingkah laku.
Islam mengajarkan dasar-dasar kesehatan reproduksi yang sesuai
akidah, di antaranya adalah sebagai berikut:
Pertama, Islam berpandangan bahwa Allah Subhanahu Wa
Ta’ala menciptakan naluri seks adalah demi kelestarian ras manusia. Keberadaan
naluri tersebut dalam diri manusia akan menumbuhkan ketertarikan terhadap lawan
jenis. Firman-Nya, “Hai sekalian
manusia, bertakwalah kepada Rabbmu yang menciptakan kamu dari seorang diri, dan
darinya Allah menciptakan istrinya, dan dari keduanya Allah mengembangbiakkan
laki-laki dan perempuan yang banyak.” (QS An-Nisa: 1).
Kedua, seluruh perbuatan manusia wajib terikat syariat demi
mengharapkan rida Allah Subhanahu Wa Ta’ala, termasuk saat mengatur cara
memenuhi kebutuhan naluri seksual. Itulah tujuan kebahagiaan bagi seorang
muslim
Juga dalam pemenuhan kebutuhan fisik terawatnya kesehatan sistem
reproduksi setiap insan. Firman-Nya, “Tidaklah Aku
menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menghambakan diri kepada
Allah Taala.” (QS Az-Zariyat: 56).
Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan aturan tentang bagaimana
pemenuhan terhadap naluri yang disebut dengan istilah gharizah nau’ ini,
yaitu dengan menikah. Namun, jika tidak mampu menikah, Islam menganjurkan agar
naluri tersebut diredam dengan jalan berpuasa dan memperbanyak amal ibadah.
Bukannya malah disalurkan lewat zina yang difasilitasi alat kontrasepsi.
![]() |
Perbanyak amal shalih untuk menahan diri dari hawa nafsu. Foto: Amazing Sedekah/Canvapro |
Gharizah nau merupakan salah satu potensi hidup yang
bangkit jika ada stimulasi dari luar diri manusia. Jika tidak terpenuhi hanya
akan menimbulkan kegelisahan. Faktor pemicu bangkitnya naluri itu berawal dari
memandang aurat lawan jenis, ikhtilat, khalwat, serta terpapar konten
pornografi atau pornoaksi lewat buku, film, atau media sosial. Jadi agar naluri
tersebut tidak bangkit, hal-hal tersebut harus dihindari.
Adanya larangan zina dan sanksi yang tegas dalam Islam terhadap
pelaku zina, juga metode preventif yang jitu terhadap pengendalian naluri
seksual ini agar individu takut melakukan zina.
Ketiga, Islam berpandangan bahwa kesehatan adalah puncak kepentingan dan
kenikmatan yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Hal ini
ditegaskan Rasulullah saw., “Mohonlah ampunan
dan afiat (kesehatan) kepada Allah karena seseorang tidaklah diberi sesuatu
yang lebih baik setelah keimanan dari afiat.” (HR Ibnu Majah).
Juga sabdanya, “Sesungguhnya
perkara seorang hamba yang pertama kali dihisab pada Hari Kiamat adalah
bahwasanya ia akan ditanya, ‘Bukankah telah diberikan kesehatan jasadmu.’”
(HR Hakim). Alhasil, setiap individu akan berupaya
merawat kesehatan dan memanfaatkannya untuk ketaatan kepada Allah Ta’ala.
Keempat, Islam menjadikan kesehatan sebagai kebutuhan
pokok publik, bukan jasa dan komoditas komersial. Rasulullah saw. bersabda, “Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari
mendapati keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memiliki bahan makanan
untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya.” (HR Bukhari).
Kelima, negara adalah pihak yang bertanggung jawab secara langsung
terhadap terlaksananya pelayanan kesehatan dan penegakan pilar-pilar sistem
kesehatan.
Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya
seorang imam itu [laksana] perisai. Ia akan dijadikan perisai yang orang-orang
akan berperang di belakangnya.” (HR Bukhari dan
Muslim). Juga sabdanya, “Imam/khalifah
itu laksana gembala, dan hanya ialah yang bertanggung jawab terhadap yang
digembalakannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Kontributor: Ummu Salwa.
Author, editor, dan pegiat literasi muslimah.