AMAZINGSEDEKAH.COM- Murtadnya beberapa artis dan publik figur sungguh mengejutkan publik. Apalagi mengingat sebagian dari mereka ada yang berlatar belakang keluarga agamis. Kebanyakan alasannya karena bucin. Rela meninggalkan Islam demi menikah dengan pasangannya yang beda agama. Ada belasan artis yang kisah murtadnya viral di berbagai media. Salah satu media yang memberitakan mereka bisa dibaca di link berikut ini: https://www.inilah.com/artis-yang-murtad
Sejatinya,
cinta adalah fitrah yang dimiliki manusia. Hadirnya cinta tak bisa ditolak.
Bisa dikatakan tiap orang berhak jatuh cinta. Hanya saja, ketika cinta
diwujudkan dalam bentuk sikap dan perbuatan, apakah manusia dibiarkan bebas
tanpa aturan? Jika menyalurkan cinta itu dibebaskan begitu saja atas nama hak
asasi, apakah yang akan terjadi? Misalnya, demi bersatu dengan yang dicinta,
rela murtad sebagai bukti cinta.
![]() |
Ilustrasi dampak rasa cinta yang tidak didasari syariat Allah Taala, rela murtad. Foto: palinchakjr/canva |
Pro
kontra soal cinta beda agama sampai detik ini masih ramai diperbincangkan di media
sosial. Yang membela cinta beda agama, mempertanyakan mengapa cinta tak bisa
bersatu hanya karena keyakinan yang berbeda, padahal Tuhannya Satu. Para
pejuang cinta beda agama ini menghalalkan murtad dengan mudahnya. Kalaupun
masih ingin berpegang pada agama masing-masing, mereka mengemukakan jalan
tengah dengan menggagas pernikahan beda agama. Gagasan tersebut sempat menuai
polemik, ditentang banyak kalangan, hingga akhirnya diamini oleh penguasa.
Mirisnya,
solusi tersebut tetap rentan, sebab pada akhirnya pernikahan beda agama ini
menyebabkan salah satu dari pasangan harus memilih mengikuti agama yang mana,
karena dalam pernikahan sesuatu yang sama lebih mudah untuk disatukan terlebih
persoalan agama.
Adanya
nikah beda agama ini menyebabkan banyaknya kemurtadan, dari Islam ke Kristen
karena mengikuti pasangan. Biasanya hal ini terjadi justru di kalangan artis
atau publik figur sehingga pernikahan beda agama menjadi hal yang lumrah. Bagi
mereka nikah beda agama seolah-olah solusi dalam cinta yang dimiliki satu sama
lain, padahal cinta yang suci tidak boleh dikambinghitamkan untuk pelanggaran
syariat terutama menjadi alasan seseorang untuk murtad.
Murtad
dalam Islam termasuk perkara serius. Murtad merupakan pelanggaran akidah yang berat.
Termasuk dosa besar tak terampuni jika tak kunjung bertobat. Sanksi murtad
dalam ajaran Islam, jika tiga hari tidak kembali masuk Islam, maka darahnya
halal untuk dibunuh. Yang menjatuhkan sanksi adalah imam (khalifah) atau orang
yang ditunjuk khalifah untuk mewakilinya. Sayangnya, aturan kehidupan yang
melingkupi kita saat ini jauh dari Islam, sehingga persoalan murtad malah
dianggap sepele. Bahkan dilindungi dengan alasan hak asasi manusia.
Maka,
jika ada yang murtad dari Islam demi menikah dengan nonmuslim, jelas merupakan dosa
besar. Terlebih hakikat cinta yang sebenarnya dalam ikatan pernikahan dalam
Islam adalah saat mereka mampu sejalan satu tujuan, yaitu menggapai ridho
Allah. Menikah sendiri adalah perkara ibadah. Mustahil meraih nilai ibadah
dalam pernikahan jika pelakunya murtad.
Kasus
pernikahan beda agama sesungguhnya pernah terjadi di masa Rasulullah
Shallallahu’alaihiwassalam. Bahkan dialami oleh putri baginda sendiri yaitu,
Zainab binti Muhammad yang menikah dengan Abu Al-Ash. Pernikahan keduanya dilaksanakan sebelum
Islam turun ke tanah Arab. Rumah tangga Zainab dan Abu Al-Ash berjalan dengan baik,
dan setelah Islam datang, Zainab langsung masuk Islam. Namun, sayangnya saat
itu Abu Al-Ash tetap mempertahankan agama nenek moyangnya. Di sinilah cinta
antara keduanya diuji karena banyak sekali rintangan mereka dalam pernikahan
ini.
Parahnya,
Abu Al-Ash menjadi bagian dari tentara Kaum Quraisy di Perang Badar melawan
pasukan Muslim. Kekalahan Quraisy pada perang itu menghantarkan Abu Al-Ash
berakhir sebagai tahanan perang. Zainab yang sangat mencintai suaminya, dengan
tulus menyerahkan kalung pemberian sang ibu—yaitu Siti Khadijah Radhiyallahu
anha--sebagai bentuk tebusan untuk suaminya. Akhirnya Abu Al-Ash pun dibebaskan.
Tak dinyana, mereka harus berpisah karena sudah tidak berada dalam satu
keyakinan.
Meski
begitu keduanya saling setia menunggu. Zainab dan Abu Al-Ash sama-sama tidak menikah
lagi setelah perpisahan mereka. Hubungan mereka semakin jauh ketika Zainab
harus hijrah ke Madinah dan Abu Al-Ash tetap berada di Mekkah. Lalu pada suatu
ketika, kafilah dagang Abu Al-Ash dihadang dan diambil sehingga dia tidak
memiliki harta lagi dan berlindung ke Madinah. Di sana dia mendatangi Zainab
untuk memohon perlindungan. Akan tetapi, saat itu hati Abu Al-Ash belum
terketuk dengan Islam.
![]() |
Ilustrasi pengekspresian cinta yang benar adalah dengan jalan pernikahan seiman. Foto: maybeiii/canva |
Cahaya
hidayah akhirnya menerangi hati Abu Al-Ash pada tahun ke-7 Hijriah. Suatu hari
di tahun itu, Abu Al-Ash datang ke Madinah menghadap Rasulullah untuk masuk
Islam. Alangkah bahagianya Zainab. Akhirnya, Zainab dan Abu Al-Ash dapat kembali
berkumpul dalam ikatan dan keyakinan yang sama.
Kisah
cinta beda agama antara Zainab dan Abu Al-Ash, akhirnya bermuara pada keyakinan
yang diridhoi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sungguh sangatlah indah. Zainab tetap
menjaga keimanannya meski sangat mencintai Abu Al-Ash. Cara Zainab menjaga
cinta itu adalah dengan terus mendoakan Abu Al-Ash agar segera mendapatkan
hidayah. Putri Rasulullah Shallallahu’alaihiwassalam itu menyadari bahwa jika
memaksakan untuk hidup bersama di tengah dua keyakinan yang berbeda justru akan
berakhir tak bahagia, di dunia maupun di akhirat, sebab jauh dari ridho Allah.
Itulah
bukti cinta sejati. Bukan cinta yang dilandasi hawa nafsu, melainkan cinta yang
dilandasi ketaatan kepada Allah. Sebagai mukmin yang berakidah Islam, maka
wajiblah kita mengikatkan segala perbuatan sesuai syariat Islam. Termasuk saat
kita hendak mewujudkan cinta dalam pernikahan. Ketika cinta bertujuan meraih
ridha-Nya, maka cinta akan berakhir happy ending sesuai ketetapan-Nya. Pernikahan
beda agama serta menikah dengan mengorbankan Islam hanya akan membawa pada
kesengsaraan yang abadi di akhirat nanti. Sungguh rugi orang-orang yang memilih
cinta yang seperti itu. Allah menegaskan kerugian tersebut dalam firman-Nya:
وَالْعَصْرِۙ ١
اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍۙ ٢
اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا
بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِࣖ ٣
“Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar
dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta saling
menasihati untuk kebenaran dan kesabaran.”
***