AMAZINGSEDEKAH.COM- Pendidikan adalah hak mendasar yang menjadi jembatan ilmu pengetahuan dalam kehidupan, dengan pendidikan terdapat pembelajaran sebagai bekal untuk bertahan hidup. Namun sayangnya, saat ini pendidikan tidak ditempatkan dalam posisi utama seperti seharusnya, terlihat dari bagaimana susahnya seseorang untuk duduk di bangku sekolah karena kekurangan biaya. Oktober lalu, terdapat tiga orang anak dari sebuah sekolah swasta yang dikeluarkan karena memiliki tunggakan yang mencapai 42 juta. Tunggakan ini ternyata tidak hanya pembayaran SPP, tapi juga seragam dan buku-buku belajar. Ternyata mahalnya biaya pendidikan juga menentukan kualitas sekolah tersebut, seperti sekolah-sekolah swasta mentereng dengan biaya 500-300 juta per tahun sehingga jika ingin bersekolah di sana harus memiliki dompet tebal terlebih dahulu.
Biaya
pendidikan mahal begitu mencekik pihak orang tua yang menginginkan anaknya
bersekolah di tempat berkualitas karena biayanya yang selangit. Bahkan ketika
memasukkan anaknya ke sekolah negeri yang katanya gratis pun tetap terbebani iuran
untuk acara bulanan sekolah, dan buku-buku paket yang berganti setiap tahunnya.
Ibarat keluar lubang buaya masuk lubang harimau, generasi membutuhkan pendidikan,
tapi semua serba mahal.
![]() |
Ilustrasi biaya pendidikan yang berkualitas saat ini dirasakan sangat mahal oleh sebagian besar masyarakat. Foto: Satrio Ramadhan/Canva |
Seharusnya
jika menyadari pentingnya pendidikan untuk bangsa dan negara, pemerintah
menempatkan perhatian penuh untuk ranah pendidikan terutama persoalan biaya.
Meskipun pemerintah sudah menetapkan anggaran pendidikan 20% dari APBN. Selain
APBN, pendanaan pendidikan juga dilakukan melalui APBD. Pelayanan pendidikan
dilakukan pemerintah melalui konsep otonomi daerah. Namun, biaya dari
pemerintah tersebut tidak hanya bagi penyelenggaraan pendidikan di sekolah (di
bawah tata kelola Kemdikbudristek) saja. Namun, akan terbagi ke beberapa
kementerian yang memiliki program terkait pendidikan.
Dari
sini juga tampak bahwa anggaran pendidikan sebenarnya amat terbatas jika hanya
20% dari APBN yang saat ini (2024) berjumlah Rp660,8 triliun. Dari sidang
pengujian UU Sisdiknas di Mahkamah Konstitusi terungkap bahwa terdapat
kekurangan dana sekitar Rp418,1 triliun untuk menggratiskan SD dan SMP, baik
pendidikan negeri maupun swasta. Adapun total kebutuhan dana untuk keperluan
tersebut mencapai Rp655,2 triliun. Jika kekurangan ini tidak ditindaklanjuti,
maka jelas bahwa pendidikan dianggap bukan hal utama. Efek domino terus
berlanjut sehingga rakyat harus memikul biaya pendidikan sendiri tanpa bantuan
dari pemerintah.
Akar
masalah biaya pendidikan ini adalah pemahaman kapitalis yang mendominasi negeri
ini. Pendidikan dijadikan komoditas komersial berorientasi pada keuntungan
materi. Akibatnya negara akan kehilangan generasi emas. Kemajuan sebuah negara
bergantung pada generasinya, sebab jika generasi tidak dididik dengan
pendidikan berkualitas justru akan menjadi bumerang bagi peradaban. Generasi
yang lahir dari cara pikir kapital menjadi generasi yang rusak dan tidak tahu
arah.
Beban
untuk mendidik generasi seharusnya dipikul oleh institusi yang besar, bukan
pundak kecil rakyat. Indonesia memiliki potensi dengan banyaknya jumlah pemuda,
tapi arah pendidikan juga menentukan arah generasi. Jika hanya individu kaya
yang mampu mendapatkan pendidikan berkualitas, maka bagaimana Indonesia yang
mayoritasnya adalah rakyat kecil yang kurang mampu. Untuk makan sehari-hari
saja masih susah, apalagi untuk biaya pendidikan yang selangit.
Masalah
pendidikan sangat krusial, tapi seringkali diabaikan. Walau ada solusi, tapi
sekadar tambal sulam yang justru menambah masalah. Harusnya pendidikan
berkualitas diselenggarakan di seluruh sekolah, tanpa membebani masyarakat. Jadi
tidak hanya sekolah mahal saja yang memiliki kualitas, tapi sekolah-sekolah di
seluruh Indonesia juga.
Namun
perubahan tersebut tidak dapat diraih dengan sistem pendidikan ala kapitalis.
Saatnya kembali pada sistem pendidikan Islam yang pernah berjaya selama 13 abad
dalam naungan khilafah.
Sistem
dari langit yang diberikan Sang Pencipta yang lebih memahami makhluk
ciptaan-Nya. Islam, sudah berhasil menunjukkan pada dunia arti dari pendidikan
sesungguhnya. Terlihat dari bayt hikmah yang menjadi perpustakaan terlengkap
dan terbesar di dunia kala itu. Pada saat yang sama, Eropa mengalami dark age.
Islam di belahan dunia lain sedang mengalami masa keemasan yang masih bersinar
hingga kini. Sebagai contoh ilmu kedokteran yang dikembangkan Ibnu Sina masih
digunakan dalam ilmu kedokteran modern.
![]() |
Biaya pendidikan dalam negara Islam menjadi tanggung jawab negara. Foto: Meta AI/canva |
Kesukesan
ini diraih dengan pengaturan Islam pada masa itu yang menggratiskan seluruh
jenjang pendidikan bahkan membiayai para ilmuwan berbakat di laboratorium agar
penelitian mereka berkembang tanpa hambatan biaya. Masa itu, sekolah
berkualitas gampang ditemukan karena tepat berada di samping masjid-masjid dan
siapapun boleh masuk dan mengikutinya. Bahkan setelah gratis masa pendidikan,
setiap pengabdian dalam bidang keilmuan dihargai dan ditimbang dengan emas,
seperti para ulama yang membuat buku maka akan digaji emas yang ditimbang
dengan buku yang mereka tuliskan.
Tidak
ada kekhawatiran anggaran negara bocor karena membiayai pendidikan karena
aturan ekonomi yang dipakai pun sudah sesuai dengan apa yang Allah terapkan
sehingga dengan tetap berada di koridor syara'. Rakyat kecil tidak perlu ikut
risau mengurusi masalah yang menjadi tanggung jawab negara karena negara dalam
Islam mampu menangani dengan cepat, ringkas dan high quality pelayanan.
Maka
dengan sistem inilah seharusnya pemerintah menyandarkan setiap permasalahan
karena sudah terbukti dalam sejarah, pendidikan Islam gratis, berkualitas, dan
sukses mencetak generasi berkepribadian Islam yang melahirkan peradaban
cemerlang. [EL]
Kontributor: Ummu Salwa. Writer.