AMAZINGSEDEKAH.COM- Media sosial baru-baru ini kembali dikejutkan
oleh topik kontroversial. Hadirnya seorang fashion stylist pria bercadar di
barisan jamaah wanita dalam sebuah kajian Islam, menuai kritikan tajam
warganet.
Salah satu selebriti menyatakan bahwa kasus ini dapat dianggap sebagai penistaan agama, tetapi sulit untuk dilakukan tindakan hukum. Walaupun salah seorang ahli hukum telah melayangkan gugatan terhadap si pelaku atas Pasal 156 a KUHP tentang Tindak Pidana terhadap Agama dan Kepercayaan. Namun, ditengarai, si artis fashion stylist yang melakukan crossshijaber tersebut akan terhindar dari masalah hukum karena memiliki circle selebriti ternama yang berpihak padanya dan memiliki pengaruh besar.
Melalui akun sosial media pribadinya, fashion
stylist itu akhirnya menyatakan permintaan maaf kepada publik atas
penampilannya yang “salah kostum” dalam acara keagamaan. Yang bersangkutan juga
memohon maaf kepada ustaz pengajiannya beserta panitia acara kajian. Ia juga
mengakui kekhilafan karena kurangnya ilmu dan minta didoakan agar diberi kekuatan
menjalani proses hijrahnya.
Fenomena tersebut mengundang pro kontra.
Sebagai seorang muslim, tentunya kita mesti menyikapinya dengan benar sesuai
pandangan Islam. Kenyataannya, kehadiran lelaki berpakaian wanita di jamaah
wanita, akan mengundang keharaman lain, seperti ikhtilat dan cipika-cipiki
dengan jamaah wanita.
Mari kita sorot bagaimana aturan Islam
mengenai lelaki yang menyerupai wanita ini, khususnya lelaki yang menggunakan
hijab yang biasa dipakai muslimah. Salah kostum seperti itu kerap disebut crosshijaber.
Menurut Ustaz Muhammad Shiddiq al-Jawi, laki-laki
crosshijaber ini suka mengenakan cadar (niqab) sehingga wajahnya
tidak teridentifikasi sebagai laki-laki. Dalam beberapa kasus, crosshijaber
juga masuk ke toilet wanita, atau sholat jamaah di masjid pada shaf khusus
wanita, atau memeluk dan ber-selfie ria dengan kaum wanita, dan
sebagainya.
Crosshijaber dalam
psikologi merupakan bagian dari crossdressing (berpakaian lawan jenis)
yang dilakukan dengan berbagai motif, di antaranya karena mempunyai orientasi
seksual menyimpang (yang disebut transeksual), atau karena ingin melihat aurat
wanita, atau hanya sekedar iseng, atau karena alasan-alasan lainnya. (Janice G.
Raymond, The Transsexual Empire : The Making of The She-Male, hlm. 19-42).
![]() |
Alquran dan Sunnah sebagai sumber rujukan hukum. Foto: Amazing Sedekah/Canvapro |
Haram hukumnya menurut syariah Islam dan
merupakan dosa besar (kabaa`ir) laki-laki yang menjadi crosshijaber,
berdasarkan tiga alasan berikut;
Pertama,
karena crosshijaber itu telah melakukan perbuatan tasyabbuh bin nisaa’
(menyerupai wanita) yang diharamkan bagi laki-laki muslim. Dalil keharamannya
antara lain hadis dari Ibnu ‘Abbas RA, bahwa Nabi SAW telah melaknat para
wanita yang menyerupai laki-laki dan melaknat para laki-laki yang menyerupai
wanita. (HR Abu Dawud, no 4099; Al Tirmidzi, no 2935; Ibnu Majah, no 1905;
Ahmad).
Imam Syaukani menjelaskan perkataan Ibnu
‘Abbas RA, “Bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam telah melaknat para
perempuan yang menyerupai laki-laki dan seterusnya, adalah dalil haramnya
laki-laki menyerupai wanita, dan haramnya wanita menyerupai laki-laki, dalam
hal cara bicara, cara berbusana, cara berjalan, dan lain-lain.” (Imam Syaukani,
Nailul Authar, Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000, Cet. I, hlm. 1306).
Kedua,
keharaman crosshijaber tak hanya karena mengenakan busana wanita, tapi
juga melakukan ikhtilat, yaitu bercampur baur dengan wanita di tempat-tempat
khusus wanita, seperti di toilet wanita, atau di shaf khusus bagi wanita di
masjid. Padahal ikhtilat itu hukumnya haram, berdasarkan hadis-hadis antara
lain;
Rasulullah SAW telah memisahkan jamaah
pria dan jamaah wanita di masjid ketika shalat jamaah, yaitu shaf-shaf pria
berada di depan, sedangkan shaf-shaf wanita berada di belakang shaf-shaf pria.
(HR Bukhari no 373, dari Anas bin Malik).
Rasulullah SAW memerintahkan para wanita
untuk keluar masjid lebih dulu setelah selesai shalat di masjid, baru kemudian
para laki-laki. (HR Bukhari no 828, dari Ummu Salamah). (Taqiyuddin An Nabhani,
An Nizham Al Ijtima’i fi Al Islam, hlm. 36).
Ketiga, crosshijaber
juga diharamkan dari segi lain, yaitu melihat aurat wanita di ruang privat
wanita, misalnya toilet. Padahal Islam telah mengharamkan laki-laki untuk
melihat aurat wanita, yaitu bagian tubuh wanita selain wajah dan kedua telapak
tangannya. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala (artinya), ”Katakanlah kepada
orang laki-laki yang beriman,’Hendaklah mereka menahan pandangannya dan
memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka, sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." (QS An-Nuur: 30).
Sudah jelas, crosshijaber merupakan
fenomena yang tercela dalam syariah Islam, karena Islam telah mengharamkan
seorang laki-laki menyerupai wanita, termasuk menyerupai wanita dalam hal
busana yang menjadi ciri khas wanita.
Bahkan Islam tidak hanya mengharamkan,
tetapi tidak menghendaki keberadaan kaum crosshijaber di tengah
masyarakat Muslim. Dalilnya, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dahulu
pernah mengucilkan laki-laki yang berperilaku seperti wanita (mukhannats)
dari kota Madinah ke Naqii’ (tempat berjarak 3-4 mil di luar kota Madinah).”
(HR Abu Dawud). (Imam Syaukani, Nailul Authar, hlm. 1307).
![]() |
Ilustrasi jamaah lelaki terpisah dengan jamaah wanita. Foto: Amazing Sedekah/Canvapro |
Betapa gamblang syariat Islam menunjukkan
keharaman lelaki berpakaian wanita dan bercampur baur dengan wanita. Namun, mirisnya,
dalam kasus fashion stylist yang viral di atas, meski yang bersangkutan minta
maaf sampai menangis, tapi kenyataannya dia belum jera. Masih terlihat berpenampilan
meniru wanita. Mungkin karena teman-teman dan para penggemarnya membiarkan
perilaku tersebut.
Banyak ungkapan dari warganet yang kecewa
terhadap beberapa artis yang terkesan membiarkan fashion stylist itu datang ke
majelis dengan pakaian wanita. Padahal, para artis itu ikut hadir dan pastinya
memiliki kesempatan besar untuk menasihati dan melarang yang bersangkutan.
Pascaacara pun belum ada tanggapan di
media sosial dari circle pertemanan crosshijaber yang viral itu.
Akibatnya pelaku merasa diapresiasi dan tidak malu-malu lagi mengenakan outfit
yang menyalahi gender.
Kita khawatir kondisi “sakit” tersebut
menginfeksi generasi. Jalur hukum semestinya ditempuh demi memberikan efek jera
terhadap para pelaku “salah kostum” itu. Islam telah menegaskan sanksi
hukumnya.
Sayangnya, kita hidup dalam masyarakat dan
aturan yang mengagungkan kebebasan serta jauh dari Islam. Maka dari itu, butuh
edukasi terus-menerus di tengah masyarakat agar menyadari urgensinya kembali
mengamalkan syariat Islam secara menyeluruh dalam kehidupan. [EL]
Kontributor : Ummu Salwa