Rabu, 31 Juli 2024

Lelaki Bercadar di Tengah Jamaah Wanita, Haram!

 


AMAZINGSEDEKAH.COM- Media sosial baru-baru ini kembali dikejutkan oleh topik kontroversial. Hadirnya seorang fashion stylist pria bercadar di barisan jamaah wanita dalam sebuah kajian Islam, menuai kritikan tajam warganet.

Salah satu selebriti menyatakan bahwa kasus ini dapat dianggap sebagai penistaan agama, tetapi sulit untuk dilakukan tindakan hukum. Walaupun salah seorang ahli hukum telah melayangkan gugatan terhadap si pelaku atas Pasal 156 a KUHP tentang Tindak Pidana terhadap Agama dan Kepercayaan. Namun, ditengarai, si artis fashion stylist yang melakukan crossshijaber tersebut akan  terhindar dari masalah hukum karena memiliki circle selebriti ternama yang berpihak padanya dan memiliki pengaruh besar.

Melalui akun sosial media pribadinya, fashion stylist itu akhirnya menyatakan permintaan maaf kepada publik atas penampilannya yang “salah kostum” dalam acara keagamaan. Yang bersangkutan juga memohon maaf kepada ustaz pengajiannya beserta panitia acara kajian. Ia juga mengakui kekhilafan karena kurangnya ilmu dan minta didoakan agar diberi kekuatan menjalani proses hijrahnya.

Fenomena tersebut mengundang pro kontra. Sebagai seorang muslim, tentunya kita mesti menyikapinya dengan benar sesuai pandangan Islam. Kenyataannya, kehadiran lelaki berpakaian wanita di jamaah wanita, akan mengundang keharaman lain, seperti ikhtilat dan cipika-cipiki dengan jamaah wanita.

Mari kita sorot bagaimana aturan Islam mengenai lelaki yang menyerupai wanita ini, khususnya lelaki yang menggunakan hijab yang biasa dipakai muslimah. Salah kostum seperti itu kerap disebut crosshijaber.

Menurut Ustaz Muhammad Shiddiq al-Jawi, laki-laki crosshijaber ini suka mengenakan cadar (niqab) sehingga wajahnya tidak teridentifikasi sebagai laki-laki. Dalam beberapa kasus, crosshijaber juga masuk ke toilet wanita, atau sholat jamaah di masjid pada shaf khusus wanita, atau memeluk dan ber-selfie ria dengan kaum wanita, dan sebagainya.

Crosshijaber dalam psikologi merupakan bagian dari crossdressing (berpakaian lawan jenis) yang dilakukan dengan berbagai motif, di antaranya karena mempunyai orientasi seksual menyimpang (yang disebut transeksual), atau karena ingin melihat aurat wanita, atau hanya sekedar iseng, atau karena alasan-alasan lainnya. (Janice G. Raymond, The Transsexual Empire : The Making of The She-Male, hlm. 19-42).

Alquran dan Sunnah sebagai sumber rujukan hukum. Foto: Amazing Sedekah/Canvapro

Haram hukumnya menurut syariah Islam dan merupakan dosa besar (kabaa`ir) laki-laki yang menjadi crosshijaber, berdasarkan tiga alasan berikut;

Pertama, karena crosshijaber itu telah melakukan perbuatan tasyabbuh bin nisaa’ (menyerupai wanita) yang diharamkan bagi laki-laki muslim. Dalil keharamannya antara lain hadis dari Ibnu ‘Abbas RA, bahwa Nabi SAW telah melaknat para wanita yang menyerupai laki-laki dan melaknat para laki-laki yang menyerupai wanita. (HR Abu Dawud, no 4099; Al Tirmidzi, no 2935; Ibnu Majah, no 1905; Ahmad).

Imam Syaukani menjelaskan perkataan Ibnu ‘Abbas RA, “Bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam telah melaknat para perempuan yang menyerupai laki-laki dan seterusnya, adalah dalil haramnya laki-laki menyerupai wanita, dan haramnya wanita menyerupai laki-laki, dalam hal cara bicara, cara berbusana, cara berjalan, dan lain-lain.” (Imam Syaukani, Nailul Authar, Beirut : Dar Ibn Hazm, 2000, Cet. I, hlm. 1306).

Kedua, keharaman crosshijaber tak hanya karena mengenakan busana wanita, tapi juga melakukan ikhtilat, yaitu bercampur baur dengan wanita di tempat-tempat khusus wanita, seperti di toilet wanita, atau di shaf khusus bagi wanita di masjid. Padahal ikhtilat itu hukumnya haram, berdasarkan hadis-hadis antara lain;

Rasulullah SAW telah memisahkan jamaah pria dan jamaah wanita di masjid ketika shalat jamaah, yaitu shaf-shaf pria berada di depan, sedangkan shaf-shaf wanita berada di belakang shaf-shaf pria. (HR Bukhari no 373, dari Anas bin Malik).

Rasulullah SAW memerintahkan para wanita untuk keluar masjid lebih dulu setelah selesai shalat di masjid, baru kemudian para laki-laki. (HR Bukhari no 828, dari Ummu Salamah). (Taqiyuddin An Nabhani, An Nizham Al Ijtima’i fi Al Islam, hlm. 36).

Ketiga, crosshijaber juga diharamkan dari segi lain, yaitu melihat aurat wanita di ruang privat wanita, misalnya toilet. Padahal Islam telah mengharamkan laki-laki untuk melihat aurat wanita, yaitu bagian tubuh wanita selain wajah dan kedua telapak tangannya. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala (artinya), ”Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman,’Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." (QS An-Nuur: 30).

Sudah jelas, crosshijaber merupakan fenomena yang tercela dalam syariah Islam, karena Islam telah mengharamkan seorang laki-laki menyerupai wanita, termasuk menyerupai wanita dalam hal busana yang menjadi ciri khas wanita.

Bahkan Islam tidak hanya mengharamkan, tetapi tidak menghendaki keberadaan kaum crosshijaber di tengah masyarakat Muslim. Dalilnya, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dahulu pernah mengucilkan laki-laki yang berperilaku seperti wanita (mukhannats) dari kota Madinah ke Naqii’ (tempat berjarak 3-4 mil di luar kota Madinah).” (HR Abu Dawud). (Imam Syaukani, Nailul Authar, hlm. 1307).

Ilustrasi jamaah lelaki terpisah dengan jamaah wanita. Foto: Amazing Sedekah/Canvapro

Betapa gamblang syariat Islam menunjukkan keharaman lelaki berpakaian wanita dan bercampur baur dengan wanita. Namun, mirisnya, dalam kasus fashion stylist yang viral di atas, meski yang bersangkutan minta maaf sampai menangis, tapi kenyataannya dia belum jera. Masih terlihat berpenampilan meniru wanita. Mungkin karena teman-teman dan para penggemarnya membiarkan perilaku tersebut.

Banyak ungkapan dari warganet yang kecewa terhadap beberapa artis yang terkesan membiarkan fashion stylist itu datang ke majelis dengan pakaian wanita. Padahal, para artis itu ikut hadir dan pastinya memiliki kesempatan besar untuk menasihati dan melarang yang bersangkutan.

Pascaacara pun belum ada tanggapan di media sosial dari circle pertemanan crosshijaber yang viral itu. Akibatnya pelaku merasa diapresiasi dan tidak malu-malu lagi mengenakan outfit yang menyalahi gender.

Kita khawatir kondisi “sakit” tersebut menginfeksi generasi. Jalur hukum semestinya ditempuh demi memberikan efek jera terhadap para pelaku “salah kostum” itu. Islam telah menegaskan sanksi hukumnya.

Sayangnya, kita hidup dalam masyarakat dan aturan yang mengagungkan kebebasan serta jauh dari Islam. Maka dari itu, butuh edukasi terus-menerus di tengah masyarakat agar menyadari urgensinya kembali mengamalkan syariat Islam secara menyeluruh dalam kehidupan. [EL]


Kontributor : Ummu Salwa