Minggu, 18 Agustus 2024

HIJAB: PILIHAN ATAU KEWAJIBAN?

 

AMAZINGSEDEKAH.COM- Polemik larangan berjilbab bagi Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) mewarnai sosial media menjelang perayaan kemerdekaan 17 Agustus 2024 lalu. Pengurus Pusat Purna Paskibraka Indonesia (PPI) menjelaskan ada 18 anggota Paskibraka putri yang dilarang berjilbab atau hijab. PPI menyayangkan larangan yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Akibatnya 18 Anggota Paskibraka putri itu sempat tidak mengenakan jilbab saat pengukuhan.

Kebijakan larangan berjilbab tersebut juga menuai protes dari orang tua paskibraka putri dan berbagai ormas Islam serta tokoh-tokoh masyarakat. Larangan tersebut dianggap tidak menghargai hak beribadah yang menjadi ruh sila pertama dari Pancasila.

Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi akhirnya meminta maaf atas polemik jilbab Paskibraka ini. Kasetpres Heru Budi Hartono juga buka suara soal isu tersebut dan menegaskan Paskibraka boleh menggunakan jilbab saat upacara HUT ke-79 RI di Ibu Kota Nusantara (IKN).

Pelarangan hijab bagi anggota Paskibra menuai kritik pedas berbagai kalangan. Foto: Detik.com

Alhamdulillah, akhirnya larangan jilbab dihapuskan dan dikembalikan pada peraturan lama, yakni boleh berjilbab. Paskibraka putri akhirnya bebas menjalankan ibadah berhijab saat melaksanakan tugas menjadi Paskibraka di arena upacara di IKN.

Anggota Paskibraka putri yang lolos seleksi ketat untuk bertugas, berusia remaja dan sudah baligh. Mereka awalnya memang sudah berhijab. Bahkan ada yang telah terbiasa berhijab sejak SD.

Terlepas dari pro-kontra apakah mereka dipaksa atau sukarela melepas hijab saat pengukuhan Paskibraka, sebagai seorang muslim, tentu wajib menyikapi persoalan tersebut dari kacamata Islam.

Seorang muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir, seyogyanya meyakini bahwa hidup di dunia memiliki misi suci, yaitu menjadi hamba Allah yang terikat kepada aturan-Nya dan mendambakan ridha-Nya. Ketundukan terhadap aturan Allah, mencakup semua aspek kehidupan. Aturan Allah meliputi hablum minallah atau ibadah yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, hablum minannas atau ibadah yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, dan hablum minannafs yaitu ibadah yang mengajarkan bagaimana manusia mengatur dirinya sendiri.

Hijab bagi muslimah merupakan bagian dari aturan Islam mengenai bagaimana manusia mengatur dirinya sendiri, khususnya tata cara berpakaian.

Dewasa ini, mungkin ada sebagian di antara kaum Muslim yang belum memahami—meskipun beragama Islam--bahwa dalam ajaran Islam, hijab bukanlah aksesori yang bisa dilepas pakai sesuka hati. Melainkan bagian dari ibadah. Hikmah dari berhijab adalah untuk memuliakan wanita, bukan untuk menjerat kebebasannya.

Boleh jadi, karena kekurangpahaman inilah yang menjerumuskan pada sikap zalim dengan memaksakan pelepasan jilbab di tempat umum. Yang lebih menyakitkan, paksaan tersebut dilakukan dengan dalih keseragaman, padahal sudah jelas itu melanggar perintah Allah.

Kebanyakan kaum Muslim juga awam dengan penampakan penutup aurat yang sesuai syariat, sehingga sedikit sekali yang memperhatikan masalah aurat ini. Yang sudah tahu pun, kadang-kadang belum sempurna dalam memahami dalil syar’i tata cara hijab. Mereka rancu memandang jilbab dan kerudung. Keduanya dianggap sama. Akibatnya, ada yang merasa sudah berhijab, padahal belum sempurna menutup aurat.

Ada juga yang sulit membedakan antara yang mana tren fashion dan yang mana menutup aurat. Akhirnya terjebak fashion yang menonjolkan aspek keindahan semata.

Perlu dibedakan antara menutup aurat dengan memakai pakaian syar’i yang menutup aurat.  Dalam shalat, salah satu syarat sahnya adalah menutup aurat, sehingga apa pun yang dipakai seorang Muslimah agar auratnya tidak terbuka, itu sudah cukup menjadikan shalatnya sah.

Hanya saja, belum tentu pakaian yang menutup aurat saja, boleh dikenakan wanita Muslimah saat ia pergi ke luar rumah. Kenapa? Karena saat seorang Muslimah keluar rumah, Allah tidak hanya mengharuskan mereka untuk menutup auratnya, tapi juga mengenakan pakaian syar’i.

Pakaian syar’i inilah yang disebut hijab. Hijab terdiri dari pakaian rumah (tsaub), kerudung (khimar), dan jilbab.

Hukum berhijab bagi muslimah yang sudah baligh di tempat umum adalah wajib. Foto: Amazing Sedekah/Canvapro

Sebelum membahas tentang pakaian syar’i, penting kita pahami lebih dulu tentang apa saja wilayah kehidupan seorang muslimah. Islam sebagai agama yang unik dan memuliakan wanita, telah membagi dua kehidupan wanita, yaitu kehidupan umum dan kehidupan khusus.

Kehidupan khusus ditandai dengan perlunya izin jika seseorang ingin masuk kedalamnya. Wanita beraktivitas bersama mahramnya atau bersama-sama wanita muslimah lainnya di dalam tempat yang disebut kehidupan khusus ini. Dalilnya adalah QS An-Nur ayat 27 mengenai syarat dan izin kepada penghuni rumah, saat memasukinya.

Saat berada di rumahnya dan beraktivitas dengan mahram atau sesama wanita muslimah, seorang muslimah tidak perlu menutup aurat dengan pakaian lengkapnya sebagaimana keluar rumah. Diperbolehkan bagi mahram untuk melihat bagian tubuh wanita sampai batas tempat melekat perhiasannya. Dalilnya adalah QS An-Nur ayat 31.

Kehidupan umum, adalah tempat-tempat umum yang tak perlu izin untuk beraktivitas di situ, seperti mal, pasar, kantor, sekolah, masjid, rumah sakit, jalan, dan seluruh area publik lainnya. Pada saat keluar rumah ke kehidupan umum inilah muslimah diwajibkan mengenakan pakaian syar’i yang terdiri dari kerudung, jilbab, dan tsaub atau pakaian rumah yang dipakai di balik jilbab.

Dalil wajibnya jilbab, termaktub dalam Al-Qur’an Surah Al-Ahzab ayat 59:

يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِّاَزْوَاجِكَ وَبَنٰتِكَ وَنِسَاۤءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيْبِهِنَّۗ ذٰلِكَ اَدْنٰىٓ اَنْ يُّعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا ۝٥٩

Wahai Nabi (Muhammad), katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin supaya mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali sehingga mereka tidak diganggu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Adapun wajibnya khimar (kerudung), tercantum dalam Al-Qur’an Surah An-Nur ayat 31:

 

وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّۖ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا لِبُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اٰبَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اٰبَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اَخَوٰتِهِنَّ اَوْ نِسَاۤىِٕهِنَّ اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُنَّ اَوِ التّٰبِعِيْنَ غَيْرِ اُولِى الْاِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ اَوِ الطِّفْلِ الَّذِيْنَ لَمْ يَظْهَرُوْا عَلٰى عَوْرٰتِ النِّسَاۤءِۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِاَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّۗ وَتُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ جَمِيْعًا اَيُّهَ الْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْن۝٣١

 

Katakanlah kepada para perempuan yang beriman hendaklah mereka menjaga pandangannya, memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (bagian tubuhnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya. Hendaklah pula mereka tidak menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah suami mereka, putra-putra mereka, putra-putra suami mereka, saudara-saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara perempuan mereka, para perempuan (sesama muslim), hamba sahaya yang mereka miliki, para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Hendaklah pula mereka tidak mengentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.”

Ibn Rajab dalam Fathul Bari menjelaskan, jilbab adalah mula'ah yang menutupi seluruh badan, dirangkap diatas Al-tsaub (baju rumah). Biasa disebut dengan istilah izar.

Banyak hadis Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang menegaskan tentang pakaian syar’i yang wajib dipakai ke kehidupan umum tersebut. Jumhur ulama juga sepakat menafsirkan hal yang serupa terkait pakaian syar’i. Semua menjelaskan kepada kita bahwa tidak boleh seorang wanita keluar rumah, kecuali mengenakan pakaian yang tidak sekadar menutup aurat, tetapi harus syar’i.

Kesimpulannya, dalam kehidupan umum, atau di luar rumah, Muslimah wajib mengenakan pakaian syar’i sebagai tanda ketaatan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Pakaian syar’i penutup aurat atau hijab itu adalah pakaian rangkap berupa pakaian rumah (tsaub), yang dirangkapkan jilbab, dan dilengkapi khimar yang menutupi kepala, leher, hingga batas dadanya. Wallahu alam. [EL]

 

 

Kontributor: Ummu Salwa. Author, Editor, dan Pegiat Literasi Muslimah