AMAZINGSEDEKAH.COM- Polemik larangan berjilbab bagi Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) mewarnai sosial media menjelang perayaan kemerdekaan 17 Agustus 2024 lalu. Pengurus Pusat Purna Paskibraka Indonesia (PPI) menjelaskan ada 18 anggota Paskibraka putri yang dilarang berjilbab atau hijab. PPI menyayangkan larangan yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Akibatnya 18 Anggota Paskibraka putri itu sempat tidak mengenakan jilbab saat pengukuhan.
Kebijakan larangan berjilbab tersebut
juga menuai protes dari orang tua paskibraka putri dan berbagai ormas Islam serta
tokoh-tokoh masyarakat. Larangan tersebut dianggap tidak menghargai hak
beribadah yang menjadi ruh sila pertama dari Pancasila.
Kepala Badan Pembinaan Ideologi
Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi akhirnya meminta maaf atas polemik jilbab
Paskibraka ini. Kasetpres Heru Budi Hartono juga buka suara soal isu tersebut
dan menegaskan Paskibraka boleh menggunakan jilbab saat upacara HUT ke-79 RI di
Ibu Kota Nusantara (IKN).
![]() |
Pelarangan hijab bagi anggota Paskibra menuai kritik pedas berbagai kalangan. Foto: Detik.com |
Alhamdulillah, akhirnya larangan
jilbab dihapuskan dan dikembalikan pada peraturan lama, yakni boleh berjilbab. Paskibraka
putri akhirnya bebas menjalankan ibadah berhijab saat melaksanakan tugas
menjadi Paskibraka di arena upacara di IKN.
Anggota Paskibraka putri yang
lolos seleksi ketat untuk bertugas, berusia remaja dan sudah baligh. Mereka
awalnya memang sudah berhijab. Bahkan ada yang telah terbiasa berhijab sejak
SD.
Terlepas dari pro-kontra apakah
mereka dipaksa atau sukarela melepas hijab saat pengukuhan Paskibraka, sebagai
seorang muslim, tentu wajib menyikapi persoalan tersebut dari kacamata Islam.
Seorang muslim yang beriman
kepada Allah dan hari akhir, seyogyanya meyakini bahwa hidup di dunia memiliki
misi suci, yaitu menjadi hamba Allah yang terikat kepada aturan-Nya dan
mendambakan ridha-Nya. Ketundukan terhadap aturan Allah, mencakup semua aspek
kehidupan. Aturan Allah meliputi hablum minallah atau ibadah yang
mengatur hubungan manusia dengan Allah, hablum minannas atau ibadah yang
mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, dan hablum minannafs yaitu
ibadah yang mengajarkan bagaimana manusia mengatur dirinya sendiri.
Hijab bagi muslimah merupakan
bagian dari aturan Islam mengenai bagaimana manusia mengatur dirinya sendiri,
khususnya tata cara berpakaian.
Dewasa ini, mungkin ada
sebagian di antara kaum Muslim yang belum memahami—meskipun beragama Islam--bahwa
dalam ajaran Islam, hijab bukanlah aksesori yang bisa dilepas pakai sesuka
hati. Melainkan bagian dari ibadah. Hikmah dari berhijab adalah untuk memuliakan
wanita, bukan untuk menjerat kebebasannya.
Boleh jadi, karena
kekurangpahaman inilah yang menjerumuskan pada sikap zalim dengan memaksakan
pelepasan jilbab di tempat umum. Yang lebih menyakitkan, paksaan tersebut
dilakukan dengan dalih keseragaman, padahal sudah jelas itu melanggar perintah
Allah.
Kebanyakan kaum Muslim juga
awam dengan penampakan penutup aurat yang sesuai syariat, sehingga sedikit
sekali yang memperhatikan masalah aurat ini. Yang sudah tahu pun, kadang-kadang
belum sempurna dalam memahami dalil syar’i tata cara hijab. Mereka rancu
memandang jilbab dan kerudung. Keduanya dianggap sama. Akibatnya, ada yang
merasa sudah berhijab, padahal belum sempurna menutup aurat.
Ada juga yang sulit membedakan
antara yang mana tren fashion dan yang mana menutup aurat. Akhirnya terjebak
fashion yang menonjolkan aspek keindahan semata.
Perlu dibedakan antara menutup
aurat dengan memakai pakaian syar’i yang menutup aurat. Dalam shalat, salah satu syarat sahnya adalah
menutup aurat, sehingga apa pun yang dipakai seorang Muslimah agar auratnya
tidak terbuka, itu sudah cukup menjadikan shalatnya sah.
Hanya saja, belum tentu pakaian
yang menutup aurat saja, boleh dikenakan wanita Muslimah saat ia pergi ke luar
rumah. Kenapa? Karena saat seorang Muslimah keluar rumah, Allah tidak hanya
mengharuskan mereka untuk menutup auratnya, tapi juga mengenakan pakaian
syar’i.
Pakaian syar’i inilah yang
disebut hijab. Hijab terdiri dari pakaian rumah (tsaub), kerudung (khimar), dan
jilbab.
![]() |
Hukum berhijab bagi muslimah yang sudah baligh di tempat umum adalah wajib. Foto: Amazing Sedekah/Canvapro |
Sebelum membahas tentang
pakaian syar’i, penting kita pahami lebih dulu tentang apa saja wilayah
kehidupan seorang muslimah. Islam sebagai agama yang unik dan memuliakan
wanita, telah membagi dua kehidupan wanita, yaitu kehidupan umum dan kehidupan
khusus.
Kehidupan khusus ditandai dengan perlunya izin jika seseorang ingin
masuk kedalamnya. Wanita beraktivitas bersama mahramnya atau bersama-sama
wanita muslimah lainnya di dalam tempat yang disebut kehidupan khusus ini.
Dalilnya adalah QS An-Nur ayat 27 mengenai syarat dan izin kepada penghuni
rumah, saat memasukinya.
Saat berada di rumahnya dan
beraktivitas dengan mahram atau sesama wanita muslimah, seorang muslimah tidak
perlu menutup aurat dengan pakaian lengkapnya sebagaimana keluar rumah.
Diperbolehkan bagi mahram untuk melihat bagian tubuh wanita sampai batas tempat
melekat perhiasannya. Dalilnya adalah QS An-Nur ayat 31.
Kehidupan umum, adalah tempat-tempat umum yang tak perlu izin untuk
beraktivitas di situ, seperti mal, pasar, kantor, sekolah, masjid, rumah sakit,
jalan, dan seluruh area publik lainnya. Pada saat keluar rumah ke kehidupan
umum inilah muslimah diwajibkan mengenakan pakaian syar’i yang terdiri dari
kerudung, jilbab, dan tsaub atau pakaian rumah yang dipakai di balik jilbab.
Dalil wajibnya jilbab,
termaktub dalam Al-Qur’an Surah Al-Ahzab ayat 59:
يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِّاَزْوَاجِكَ وَبَنٰتِكَ
وَنِسَاۤءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيْبِهِنَّۗ ذٰلِكَ
اَدْنٰىٓ اَنْ يُّعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا
رَّحِيْمًا ٥٩
“Wahai Nabi (Muhammad),
katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang
mukmin supaya mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang
demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali sehingga mereka tidak
diganggu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Adapun wajibnya khimar
(kerudung), tercantum dalam Al-Qur’an Surah An-Nur ayat 31:
وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ
وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ
مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّۖ وَلَا يُبْدِيْنَ
زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا لِبُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اٰبَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اٰبَاۤءِ
بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ
اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اَخَوٰتِهِنَّ اَوْ
نِسَاۤىِٕهِنَّ اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُنَّ اَوِ التّٰبِعِيْنَ غَيْرِ
اُولِى الْاِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ اَوِ الطِّفْلِ الَّذِيْنَ لَمْ يَظْهَرُوْا
عَلٰى عَوْرٰتِ النِّسَاۤءِۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِاَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا
يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّۗ وَتُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ جَمِيْعًا اَيُّهَ الْمُؤْمِنُوْنَ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْن٣١
“Katakanlah kepada para
perempuan yang beriman hendaklah mereka menjaga pandangannya, memelihara
kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (bagian tubuhnya), kecuali
yang (biasa) terlihat. Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya.
Hendaklah pula mereka tidak menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada
suami mereka, ayah mereka, ayah suami mereka, putra-putra mereka, putra-putra
suami mereka, saudara-saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara laki-laki
mereka, putra-putra saudara perempuan mereka, para perempuan (sesama muslim),
hamba sahaya yang mereka miliki, para pelayan laki-laki (tua) yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat perempuan. Hendaklah pula mereka tidak mengentakkan kakinya agar
diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Bertobatlah kamu semua kepada
Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.”
Ibn Rajab dalam Fathul Bari
menjelaskan, jilbab adalah mula'ah yang menutupi seluruh badan,
dirangkap diatas Al-tsaub (baju rumah). Biasa disebut dengan istilah izar.
Banyak hadis Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam yang menegaskan tentang pakaian syar’i yang wajib dipakai
ke kehidupan umum tersebut. Jumhur ulama juga sepakat menafsirkan hal yang
serupa terkait pakaian syar’i. Semua menjelaskan kepada kita bahwa tidak boleh
seorang wanita keluar rumah, kecuali mengenakan pakaian yang tidak sekadar
menutup aurat, tetapi harus syar’i.
Kesimpulannya, dalam kehidupan
umum, atau di luar rumah, Muslimah wajib mengenakan pakaian syar’i sebagai
tanda ketaatan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Pakaian syar’i penutup aurat
atau hijab itu adalah pakaian rangkap berupa pakaian rumah (tsaub), yang
dirangkapkan jilbab, dan dilengkapi khimar yang menutupi kepala, leher, hingga
batas dadanya. Wallahu alam. [EL]
Kontributor: Ummu Salwa. Author, Editor, dan Pegiat Literasi Muslimah