Senin, 05 Agustus 2024

UMAR BIN ABDUL AZIZ: PEMIMPIN YANG TAKUT MEMBEBANI RAKYAT

 


AMAZINGSEDEKAH.COM- Tinta emas sejarah telah mencatat prestasi Umar bin Abdul Aziz yang cemerlang selama menjadi pemimpin pada masa kekhilafahan Bani Umayyah. Ia terkenal sebagai pemimpin yang saleh, bijaksana, dan dekat dengan rakyatnya. Saking legendarisnya, ia sampai dijuluki Khulafaurasyidin kelima. Umar bin Abdul Aziz (684-720 M) juga seorang ahli fikih yang mujtahid dan tabiin yang mulia, serta rujukan bagi para ulama.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz lahir di Madinah pada 63 Hijriah. Ayahnya bernama Abdul Aziz, putra Khalifah Marwan bin Al-Hakam yang merupakan sepupu Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu anhu. Ibunya adalah Laila, cucu Khalifah Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu.

Kisah paling termasyhur pada masa kepemimpinannya adalah rakyat yang hidup sejahtera sehingga tidak ditemukan orang yang berhak diberi zakat. 

Ilustrasi harta di Baitul Maal melimpah pada masa Umar bin Abdul Aziz. Foto: AmazingSedekah/Canvapro

Umar bin Abdul Aziz pernah mengutus seorang petugas pengumpul zakat, Yahya bin Said untuk memungut zakat ke Afrika.

“Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikannya kepada orang-orang miskin. Namun, saya tidak menjumpai seorang pun,” ujar Yahya.

Kala itu, Khalifah Umar bin Abdul Aziz telah mengentaskan rakyatnya dari kemiskinan. Semua rakyatnya hidup berkecukupan.

“Akhirnya, saya memutuskan untuk membeli budak, lalu memerdekakannya,” kisah Yahya bin Said.

Kemakmuran umat, waktu itu, tidak di Afrika saja, tetapi juga merata di seluruh penjuru wilayah kekuasaan Islam, seperti Irak dan Basrah. Abu Ubaid mengisahkan, Khalifah Umar bin Abdul Aziz berkirim surat kepada Hamid bin Abdurrahman, Gubernur Irak, agar membayar semua gaji dan hak rutin di provinsi itu.

“Saya sudah membayarkan semua gaji dan hak mereka. Namun, di Baitulmal masih terdapat banyak uang,” tutur sang gubernur dalam surat balasannya. Baitulmal adalah lembaga pemerintah yang mengelola keuangan negara dalam Islam.

Khalifah Umar lalu memerintahkan, “Carilah orang yang dililit utang, tetapi tidak boros. Berilah ia uang untuk melunasi utangnya!”

Abdul Hamid kembali menyurati Khalifah Umar, “Saya sudah membayarkan utang mereka, tetapi di Baitulmal masih banyak uang.”

Khalifah Umar bin Abdul Aziz memerintahkan lagi, “Kalau begitu bila ada seorang lajang yang tidak memiliki harta lalu ia ingin menikah, nikahkan ia dan bayarlah maharnya!”

Abdul Hamid kembali menyurati khalifah, “Saya sudah menikahkan semua yang ingin nikah.”

Tak dinyana, di Baitulmal ternyata dana yang tersimpan masih banyak. Khalifah Umar lantas mengarahkan, “Carilah orang yang biasa membayar jizyah dan kharaj. Kalau ada yang kekurangan modal, berilah mereka pinjaman agar mampu mengolah tanahnya. Kita tidak menuntut pengembaliannya kecuali setelah dua tahun atau lebih.”

Umar bin Abdul Aziz betul-betul pemimpin yang zuhud dan mengutamakan kesejahteraan rakyat. Sebelum diangkat sebagai khalifah, kehidupannya bergelimang kenikmatan, sampai-sampai apabila ia melewati suatu jalan, maka aroma minyak wangi kasturinya menyebar. Umar juga sering menyisir rambutnya dan berpenampilan menarik.

Penghasilannya pun sebelumnya mencapai 40 ribu dinar. Jumlah fantastis itu bersumber dari fasilitas yang diperoleh sebagai seorang pembesar Bani Umayyah, dari tanah-tanah yang dimilikinya, dan dari peninggalan orang tuanya yang berlimpah.

Tatkala menjabat sebagai khalifah, rasa tanggung jawab sebagai pemimpin umat Islam membuatnya berpaling dari segala kenikmatan dan kemewahan dunia. Bahkan, ia bersikap keras terhadap dirinya sendiri karena merasa berlebihan dalam menikmati kehidupan mewah sebelum menjabat sebagai khalifah.

Umar bin Abdul Aziz menyerahkan semua tanah, hak milik, dan kekayaan yang dimilikinya ke baitulmal, termasuk kebun Fedak di Khaibar yang dianggap sangat berharga karena merupakan warisan dari ayahnya. Pakaian dan perhiasan istri dan anak-anaknya dikumpulkan, lalu dijual dan hasilnya diserahkan juga kepada baitulmal. Kendaraan dan hewan-hewan ternak miliknya senilai 23 ribu dinar, tak ketinggalan dijual dan diberikan kepada baitulmal.

Umar bin Abdul Aziz juga mencabut hak-haknya sebagai khalifah, termasuk gajinya. Tidak tanggung-tanggung, yang dicabut adalah semua hak yang seharusnya ia terima sebagai orang yang menjabat khalifah.

Alhasil, yang tersisa hanyalah sebidang tanah dengan penghasilan 200 dinar per tahun. Artinya, per hari ia hanya memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarga dengan tiga perempat dinar. Tanah tersebut pun ia miliki dari hasil kerjanya sendiri dan dengannya ia menghidupi keluarganya.

Umar bin Abdul Aziz menjelma sebagai sosok khalifah yang siap mengemban tanggung jawab dan rela berkorban. Suatu kali dia berkata begini, "Aku hanyalah orang biasa seperti halnya kalian. Hanya saja aku memikul tanggung jawab yang lebih berat."

Hal itu menunjukkan Umar bin Abdul Aziz terlebih dulu menjadikan dirinya sosok yang penuh keteladanan, sebelum memberikan perintah kepada para bawahannya, yaitu para gubernur, hakim, dan bendaharawan

Pada suatu ketika, Salim as-Sadi yang merupakan salah seorang terdekat Umar bin Abdul Aziz datang menghadapnya setelah ia dibaiat sebagai khalifah. Kepada Salim, Umar bertanya, “Apakah pengangkatanku membuatmu senang ataukah susah?”

Salim menjawab, “Aku merasa senang bagi rakyat, tetapi aku merasa susah bagi dirimu.”

Umar berkata, “Aku khawatir telah menjerumuskan diriku sendiri.”

Salim berkata, “Alangkah baiknya jika engkau khawatir. Aku justru khawatir jika engkau tidak khawatir.”

Umar pun berkata, “Nasihatilah aku.”

Salim berkata, “Ayah kita Adam diusir dari surga karena satu kesalahan saja.”

Dalam kisah yang lain, Khalifah Umar bin Abdul Aziz menolak menggunakan kendaraan dinas berupa kuda-kuda berkualitas tinggi dan mahal karena semua itu memperlihatkan kemewahan dan kebanggaan. Umar berkata, “Kendaraanku sendiri lebih lembut kepadaku.”

Ia juga menolak tinggal di istana kekhalifahan dengan alasan, “Gubukku sendiri ini sudah cukup bagiku.” Ia lalu menjual kendaraan tersebut, dan hasil penjualannya ia masukkan ke Baitulmal.

Umar juga sangat berhati-hati dalam mengelola harta umat. Abu Bakar bin Hazm saat menjadi Wali Kota Madinah pernah menulis surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang isinya meminta tambahan kertas untuk mencatat dan mendokumentasikan berbagai kepentingan negara.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjawab, “Runcingkanlah penamu dan rapatkanlah tulisanmu, karena aku tidak suka membelanjakan harta umat Islam untuk hal yang tidak bermanfaat bagi mereka.”

Jika ada kiriman hadiah atau harta benda kepada diri dan sanak kerabatnya, Umar bin Abdul Aziz sebagai khalifah, merasa tidak berhak mendapatkannya. Kiriman harta sebagai hadiah itu pun segera beliau kembalikan ke Baitulmal.

Umar bin Abdul Aziz juga mengimbau sanak kerabatnya agar bersedia diselidiki harta bendanya. Apa pun yang diperoleh secara tidak benar akan disita oleh negara dan dimasukkan ke Baitulmal kaum Muslim. Dalam perkara ini, Khalifah Umar bin Abdul Aziz sangat tegas. Beliau bahkan menolak permohonan Fatimah, bibinya (dari pihak ayah) yang meminta keringanan bagi sanak kerabatnya.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz menghilangkan kebijakan yang tidak sesuai syariat dan membebani rakyat yang pernah dilakukan oleh pejabat di kepemimpinan sebelumnya.

Ketika Uqbah bin Zar’ah ath-Tha’i diangkat sebagai petugas pemungut kharaj dan jizyah yang baru di Khurasan, Khalifah Umar bin Abdul Aziz menulis surat kepadanya.

“Penguasa memiliki pilar-pilar yang mereka tidak bisa bertahan tanpanya. Kepala daerah merupakan satu pilar, hakim juga satu pilar, hartawan adalah satu pilar, dan pilar keempat adalah aku. Tiada satu pun benteng pertahanan yang lebih penting dan lebih agung bagiku daripada benteng Khurasan, maka pungutlah dari mereka tanpa kezaliman. Jika mereka hidup berkecukupan, begitulah caranya. Jika hidup mereka kekurangan, tulislah laporan kepadaku agar aku mengirimkan harta kepadamu untuk kau bagi-bagikan kepada mereka.”

Begitu pula isi surat khalifah kepada Wali Kota Kufah yang bernama Abdurrahman bin Zaid bin al-Khaththab.

“Jangan bebankan penduduk miskin kepada yang makmur dan jangan bebankan yang makmur kepada yang miskin. Namun, perhatikanlah yang miskin dan pungutlah semampu mereka, lalu perbaikilah kondisi mereka hingga mereka menjadi makmur. Pungutlah dari yang makmur dengan cara lemah lembut dan menenangkan bagi yang miskin. Jika mereka masuk Islam, tidak ada sedikit pun pungutan yang harus mereka tunaikan.”

Penguasa sejatinya bertanggung jawab terhadap rayaktnya di hadapan Allah Taala

Pengaruh kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz bagi sejarah Islam menjadi bukti konkret bahwa ketika seorang penguasa muslim bertanggung jawab terhadap rakyatnya di hadapan Allah, maka ia akan takut membebani rakyat, serta selalu meluruskan segala hal yang bengkok dan mengembalikan semua yang menyimpang ke jalur yang benar. [EL]

 

Kontributor: Ummu Salwa

Referensi:

Prof. Dr. Abdusysyafi Muhammad Abdul Lathif (2018). Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Bani Umayyah, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta.

 Khalid Muhammad Khalid (1999). Mengenal Pola Kepemimpinan Umat dari Karakteristik Perihidup Khalifah Rasulullah" (terjemahan Khulafaurrasul), Penerbit Diponegoro, Bandung.