AMAZINGSEDEKAH.COM- Tinta emas sejarah telah mencatat prestasi Umar bin Abdul Aziz yang cemerlang selama menjadi pemimpin pada masa kekhilafahan Bani Umayyah. Ia terkenal sebagai pemimpin yang saleh, bijaksana, dan dekat dengan rakyatnya. Saking legendarisnya, ia sampai dijuluki Khulafaurasyidin kelima. Umar bin Abdul Aziz (684-720 M) juga seorang ahli fikih yang mujtahid dan tabiin yang mulia, serta rujukan bagi para ulama.
Khalifah Umar bin
Abdul Aziz lahir di Madinah pada 63 Hijriah. Ayahnya bernama Abdul Aziz, putra Khalifah
Marwan bin Al-Hakam yang merupakan sepupu Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu
anhu. Ibunya adalah Laila, cucu Khalifah Umar bin Khaththab radhiyallahu
anhu.
Kisah paling
termasyhur pada masa kepemimpinannya adalah rakyat yang hidup sejahtera sehingga
tidak ditemukan orang yang berhak diberi zakat.
Ilustrasi harta di Baitul Maal melimpah pada masa Umar bin Abdul Aziz. Foto: AmazingSedekah/Canvapro
Umar bin Abdul
Aziz pernah mengutus seorang petugas pengumpul zakat, Yahya bin Said untuk
memungut zakat ke Afrika.
“Setelah
memungutnya, saya bermaksud memberikannya kepada orang-orang miskin. Namun,
saya tidak menjumpai seorang pun,” ujar Yahya.
Kala itu,
Khalifah Umar bin Abdul Aziz telah mengentaskan rakyatnya dari kemiskinan.
Semua rakyatnya hidup berkecukupan.
“Akhirnya, saya
memutuskan untuk membeli budak, lalu memerdekakannya,” kisah Yahya bin Said.
Kemakmuran umat, waktu
itu, tidak di Afrika saja, tetapi juga merata di seluruh penjuru wilayah
kekuasaan Islam, seperti Irak dan Basrah. Abu Ubaid mengisahkan, Khalifah Umar
bin Abdul Aziz berkirim surat kepada Hamid bin Abdurrahman, Gubernur Irak, agar
membayar semua gaji dan hak rutin di provinsi itu.
“Saya sudah
membayarkan semua gaji dan hak mereka. Namun, di Baitulmal masih terdapat
banyak uang,” tutur sang gubernur dalam surat balasannya. Baitulmal adalah lembaga
pemerintah yang mengelola keuangan negara dalam Islam.
Khalifah Umar
lalu memerintahkan, “Carilah orang yang dililit utang, tetapi tidak boros.
Berilah ia uang untuk melunasi utangnya!”
Abdul Hamid
kembali menyurati Khalifah Umar, “Saya sudah membayarkan utang mereka, tetapi
di Baitulmal masih banyak uang.”
Khalifah Umar bin
Abdul Aziz memerintahkan lagi, “Kalau begitu bila ada seorang lajang yang tidak
memiliki harta lalu ia ingin menikah, nikahkan ia dan bayarlah maharnya!”
Abdul Hamid
kembali menyurati khalifah, “Saya sudah menikahkan semua yang ingin nikah.”
Tak dinyana, di Baitulmal
ternyata dana yang tersimpan masih banyak. Khalifah Umar lantas mengarahkan, “Carilah
orang yang biasa membayar jizyah dan kharaj. Kalau ada yang kekurangan modal,
berilah mereka pinjaman agar mampu mengolah tanahnya. Kita tidak menuntut
pengembaliannya kecuali setelah dua tahun atau lebih.”
Umar bin Abdul Aziz betul-betul pemimpin yang zuhud
dan mengutamakan kesejahteraan rakyat. Sebelum diangkat sebagai khalifah,
kehidupannya bergelimang kenikmatan, sampai-sampai apabila ia melewati suatu
jalan, maka aroma minyak wangi kasturinya menyebar. Umar juga sering menyisir
rambutnya dan berpenampilan menarik.
Penghasilannya
pun sebelumnya mencapai 40 ribu dinar. Jumlah fantastis itu bersumber dari
fasilitas yang diperoleh sebagai seorang pembesar Bani Umayyah, dari
tanah-tanah yang dimilikinya, dan dari peninggalan orang tuanya yang berlimpah.
Tatkala menjabat sebagai khalifah, rasa tanggung jawab
sebagai pemimpin umat Islam membuatnya berpaling dari segala kenikmatan dan
kemewahan dunia. Bahkan, ia bersikap keras terhadap dirinya sendiri karena
merasa berlebihan dalam menikmati kehidupan mewah sebelum menjabat sebagai
khalifah.
Umar bin Abdul
Aziz menyerahkan semua tanah, hak milik, dan kekayaan yang dimilikinya ke baitulmal,
termasuk kebun Fedak di Khaibar yang dianggap sangat berharga karena merupakan
warisan dari ayahnya. Pakaian dan perhiasan istri dan anak-anaknya dikumpulkan,
lalu dijual dan hasilnya diserahkan juga kepada baitulmal. Kendaraan dan
hewan-hewan ternak miliknya senilai 23 ribu dinar, tak ketinggalan dijual dan
diberikan kepada baitulmal.
Umar bin Abdul
Aziz juga mencabut hak-haknya sebagai khalifah, termasuk gajinya. Tidak
tanggung-tanggung, yang dicabut adalah semua hak yang seharusnya ia terima
sebagai orang yang menjabat khalifah.
Alhasil, yang
tersisa hanyalah sebidang tanah dengan penghasilan 200 dinar per tahun.
Artinya, per hari ia hanya memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarga dengan tiga
perempat dinar. Tanah tersebut pun ia miliki dari hasil kerjanya sendiri dan
dengannya ia menghidupi keluarganya.
Umar bin Abdul
Aziz menjelma sebagai sosok khalifah yang siap mengemban tanggung
jawab dan rela berkorban. Suatu kali dia berkata begini, "Aku hanyalah
orang biasa seperti halnya kalian. Hanya saja aku memikul tanggung jawab yang
lebih berat."
Hal itu
menunjukkan Umar bin Abdul Aziz terlebih dulu menjadikan dirinya
sosok yang penuh keteladanan, sebelum memberikan perintah kepada para
bawahannya, yaitu para gubernur, hakim, dan bendaharawan
Pada suatu ketika, Salim as-Sadi yang merupakan salah
seorang terdekat Umar bin Abdul Aziz datang menghadapnya setelah ia dibaiat
sebagai khalifah. Kepada Salim, Umar bertanya, “Apakah pengangkatanku membuatmu
senang ataukah susah?”
Salim menjawab, “Aku merasa senang bagi rakyat, tetapi
aku merasa susah bagi dirimu.”
Umar berkata, “Aku khawatir telah menjerumuskan diriku
sendiri.”
Salim berkata, “Alangkah baiknya jika engkau khawatir.
Aku justru khawatir jika engkau tidak khawatir.”
Umar pun berkata, “Nasihatilah aku.”
Salim berkata, “Ayah kita Adam diusir dari surga
karena satu kesalahan saja.”
Dalam kisah yang lain, Khalifah Umar bin Abdul Aziz
menolak menggunakan kendaraan dinas berupa kuda-kuda berkualitas tinggi dan
mahal karena semua itu memperlihatkan kemewahan dan kebanggaan. Umar berkata,
“Kendaraanku sendiri lebih lembut kepadaku.”
Ia juga menolak tinggal di istana kekhalifahan dengan
alasan, “Gubukku sendiri ini sudah cukup bagiku.” Ia lalu menjual kendaraan
tersebut, dan hasil penjualannya ia masukkan ke Baitulmal.
Umar juga sangat berhati-hati dalam mengelola harta
umat. Abu Bakar bin Hazm saat menjadi Wali Kota Madinah pernah menulis surat
kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang isinya meminta tambahan kertas untuk
mencatat dan mendokumentasikan berbagai kepentingan negara.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz menjawab, “Runcingkanlah
penamu dan rapatkanlah tulisanmu, karena aku tidak suka membelanjakan harta
umat Islam untuk hal yang tidak bermanfaat bagi mereka.”
Jika ada kiriman hadiah atau harta benda kepada diri
dan sanak kerabatnya, Umar bin Abdul Aziz sebagai khalifah, merasa tidak berhak
mendapatkannya. Kiriman harta sebagai hadiah itu pun segera beliau kembalikan
ke Baitulmal.
Umar bin Abdul Aziz juga mengimbau sanak kerabatnya agar
bersedia diselidiki harta bendanya. Apa pun yang diperoleh secara tidak benar
akan disita oleh negara dan dimasukkan ke Baitulmal kaum Muslim. Dalam perkara
ini, Khalifah Umar bin Abdul Aziz sangat tegas. Beliau bahkan menolak
permohonan Fatimah, bibinya (dari pihak ayah) yang meminta keringanan bagi
sanak kerabatnya.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz menghilangkan kebijakan
yang tidak sesuai syariat dan membebani rakyat yang pernah dilakukan oleh
pejabat di kepemimpinan sebelumnya.
Ketika Uqbah bin Zar’ah ath-Tha’i diangkat sebagai
petugas pemungut kharaj dan jizyah yang baru di Khurasan, Khalifah Umar bin
Abdul Aziz menulis surat kepadanya.
“Penguasa memiliki pilar-pilar yang mereka tidak bisa
bertahan tanpanya. Kepala daerah merupakan satu pilar, hakim juga satu pilar,
hartawan adalah satu pilar, dan pilar keempat adalah aku. Tiada satu pun
benteng pertahanan yang lebih penting dan lebih agung bagiku daripada benteng
Khurasan, maka pungutlah dari mereka tanpa kezaliman. Jika mereka hidup
berkecukupan, begitulah caranya. Jika hidup mereka kekurangan, tulislah laporan
kepadaku agar aku mengirimkan harta kepadamu untuk kau bagi-bagikan kepada
mereka.”
Begitu pula isi surat khalifah kepada Wali Kota Kufah
yang bernama Abdurrahman bin Zaid bin al-Khaththab.
“Jangan bebankan penduduk miskin kepada yang makmur
dan jangan bebankan yang makmur kepada yang miskin. Namun, perhatikanlah yang
miskin dan pungutlah semampu mereka, lalu perbaikilah kondisi mereka hingga
mereka menjadi makmur. Pungutlah dari yang makmur dengan cara lemah lembut dan
menenangkan bagi yang miskin. Jika mereka masuk Islam, tidak ada sedikit pun
pungutan yang harus mereka tunaikan.”
Penguasa sejatinya bertanggung jawab terhadap rayaktnya di hadapan Allah Taala
Pengaruh kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz bagi sejarah
Islam menjadi bukti konkret bahwa ketika seorang penguasa muslim bertanggung
jawab terhadap rakyatnya di hadapan Allah, maka ia akan takut membebani rakyat,
serta selalu meluruskan segala hal yang bengkok dan mengembalikan semua yang
menyimpang ke jalur yang benar. [EL]
Kontributor:
Ummu Salwa
Referensi:
Prof. Dr.
Abdusysyafi Muhammad Abdul Lathif (2018). Bangkit dan Runtuhnya Khilafah
Bani Umayyah, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta.
Khalid Muhammad Khalid (1999). Mengenal Pola Kepemimpinan Umat dari Karakteristik Perihidup Khalifah Rasulullah" (terjemahan Khulafaurrasul), Penerbit Diponegoro, Bandung.