Senin, 16 September 2024

Abu Bakar Ash-Shiddiq : Kesetiaan yang Dirindu Surga

Abu Bakar ash-Shiddiq

 

AMAZINGSEDEKAH.COM- Lantunan syair shalawat di bulan maulid masih bergema, membangkitkan cinta kepada Rasulullah dan syariatnya. Sungguh elok jika kita berkaca pada cara para sahabat mencintai Rasulullah Shalallahu’alahiwasallam. Salah satunya adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiallahu’anhu.

Nama asli Abu Bakar adalah Abdul Ka’bah, karena Rasulullah tidak berkenan dengan nama Abdul Ka’bah yang berarti hamba Ka’bah. Nama beliau diganti oleh Rasulullah menjadi Abdullah. Namun ia lebih terkenal dengan nama Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ash-Shiddiq merupakan gelar yang dilekatkan kepada dirinya karena sifatnya yang sangat percaya terhadap segala sesuatu yang datang dari Rasulullah. Selain itu, ia berperan besar dalam menarik banyak tokoh-tokoh masyarakat untuk memeluk Islam, sehingga tokoh-tokoh tersebut juga tercatat dengan tinta emas dalam sejarah peradaban islam.

Menurut Tarikh Khulafa yang ditulis oleh Ibrahim Al-Quraibi, Abu Bakar termasuk orang yang pertama masuk Islam, setelah istri Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam dan Ali bin Abi Thalib. Masuk Islamnya Abu Bakar diriwayatkan Ibnu Sa'ad dalam ath-Thabaqat al-Kubra dari Asma' binti Abu Bakar yang menuturkan,"Ayahku masuk Islam, sebagai muslim pertama. Dan demi Allah aku tidak mengingat tentang ayahku kecuali ia telah memeluk agama ini."

Begitu masuk Islam, Abu Bakar menginfakkan hartanya sebanyak 40 ribu dirham di jalan Allah. Ia selalu membela Nabi Shallallahu’alaihiwasallam dalam berdakwah dengan segenap jiwa dan hartanya. Demikian seperti dijelaskan dalam buku Kisah Masuk Islam Abu Bakar Ash Shidiq, 'Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Haritsah karya Muhammad Ridha.

Abu Bakar juga orang pertama yang percaya terhadap peristiwa Isra Miraj. Bahkan, ia percaya sebelum kabar itu diceritakan Nabi Shallallahu’alaihiwasallam kepadanya. Dari sinilah kemudian Abu Bakar mendapatkan gelar As-Siddiq.

Kala itu Abu Bakar didatangi oleh orang-orang kafir Quraisy yang lebih dulu mendengar kabar peristiwa Isra’ Mi’raj. Mereka hendak mengolok-olok Nabi Muhammad Shallallahu’alaihiwasallam dengan menyampaikan peristiwa itu kepada Abu Bakar. Semata-mata bertujuan agar Abu Bakar merasa malu karena telah beriman kepada ajaran yang dibawa Nabi Muhammad Shallallahu’alaihiwasallam.

Mendengar kisah itu, Abu Bakar justru bertanya, “Apakah Rasulullah benar berkata demikian?”

“Iya,” jawab mereka. Orang kafir Quraisy itu terus berdebat dan mengolok-olok dengan mengatakan Abu Bakar tidak waras. Namun, dengan penuh ketegasan dan keyakinan Abu Bakar menjawab, “Sungguh saya telah membenarkannya perihal kabar langit (Mi’raj), maka bagaimana mungkin saya mengingkarinya dalam peristiwa itu (Isra’). Selama (Rasulullah) berkata, maka sungguh dia benar.”

Jawaban sahabat Abu Bakar itu dimaknai oleh para ulama tafsir bahwa iman yang benar adalah iman yang tidak mempertanyakan apa yang dilakukan oleh pembawa risalah. Semua percaya dan iman padanya sekali pun di luar akal (Syekh Mutawalli, Tafsir wa Khawathirul Umam lisy Sya’rawi, [Darul Imam, 1997), juz I, halaman 2707).

Keimanan Abu Bakar menjadikan dirinya satu-satunya sahabat Rasulullah yang selalu mendampingi perjuangan sejak Rasulullah diangkat menjadi nabi. Bahkan saat orang kafir Quraisy ingin membunuh Nabi, Abu Bakar adalah satu-satunya sahabat yang pergi mendampingi.

Pada tahun 622 Masehi atau 13 tahun pascakenabian, Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam melakukan perjalanan hijrah. Dalam buku Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam Jilid 1 yang ditulis oleh Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam Al-Muafiri, diceritakan betapa bahagianya Abu Bakar ketika diperbolehkan Rasulullah untuk menemani perjalanan hijrah menuju Madinah. Nabi Muhammad dan Abu Bakar lalu melakukan perjalanan hijrah secara sembunyi-sembunyi untuk menghindari kejaran kaum Quraisy.

Kaum Quraisy merasa marah mendengar kabar tentang banyaknya orang-orang kaum Anshar dan Muhajirin yang telah memeluk agama Islam. Atas dasar tersebut, mereka sangat mewaspadai keluarnya Rasulullah Shallallahu ’alaihi wasallam dari Makkah ke Madinah.

Abu Bakar menemani hijrah Rasulullah
Ilustrasi perjalanan beratnya hijrah dari Mekkah ke Madinah. Foto: ASF/Canvapro

Kaum Quraisy bahkan bersepakat membuat rencana untuk menyerang, dan telah menyusun rencana untuk membunuh Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam.

Ketika orang-orang kafir dari kaum Quraisy mengetahui bahwa Nabi Shallallahu’alaihiwasallam dan Abu Bakar RA sudah pergi dari Makkah, mereka langsung mencari dan menyiapkan hadiah seratus unta bagi orang yang berhasil menangkap Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam untuk diserahkan kepada mereka.

Abu Bakar khawatir dan bersedih, setiap kali ada orang yang akan memburu mereka dalam perjalanan. Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam bersabda, "Janganlah engkau bersedih, karena sesungguhnya Allah bersama kita" lalu beliau melanjutkan membaca doa " Ya Allah, lindungilah kami dari mereka menurut kehendak-Mu."

Kemuliaan lain yang didapat Abu Bakar adalah ketika Rasulullah menikahi putrinya, Aisyah. Rasulullah dan Aisyah menikah tiga tahun setelah istri pertama nabi, yaitu Khadijah wafat pada 619 M.

Pernikahan tersebut terjadi setelah Nabi mengalami mimpi sebanyak tiga kali. Di dalam mimpi tersebut Nabi Muhammad diperintah oleh Allah SWT untuk menikahi Aisyah, seorang gadis kecil yang saat itu masih berusia 6 tahun. Dalam sebuah hadis dijelaskan mengenai mimpi itu.

Dari Aisyah, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam bersabda, ‘Aku bermimpi tentangmu selama tiga malam. Malaikat membawamu dalam sebuah tempat yang terbuat dari sutera. Malaikat itu kemudian berkata, ‘Ini adalah istrimu.’ Aku buka wajahmu ternyata engkau di dalamnya. Aisyah berkata, jika ini datang dari Allah, maka akan berlanjut.”(HR Muslim)

Tatkala kabar wafatnya Rasulullah  diumumkan, Abu ash-Shiddiq Radhiyallahu Anhu baru datang dari Sanh, sebuah daerah dekat Madinah. Ia membuka penutup wajah Rasulullah dan mencium kening beliau seraya berkata: "Ayah dan ibuku sebagai tebusan, engkau adalah orang suci baik ketika masih hidup maupun setelah wafat."

Banyak para sahabat yang tidak percaya dan tidak menerima kenyataan wafatnya Rasulullah. Bahkan Umar bin Khattab berniat menghunuskan pedang kepada siapa saja yang berani mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu’alaihiwasallam telah wafat. Kondisi sangat tidak terkendali, kaum Muslimin panik.

Pada saat itulah Abu Bakar yang lemah lembut naik ke mimbar, lalu berseru mengatasi kegelisahan kaum Muslimin. "Siapa saja di antara kalian yang menyembah Muhammad, maka ketahuilah bahwasanya Muhammad telah meninggal. Dan, siapa saja di antara kalian yang menyembah Allah, maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Hidup, tidak akan pernah mati."

Lalu dia membacakan firman Allah Azza wa Jalla:

وَمَا مُحَمَّدٌ اِلَّا رَسُوْلٌۚ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۗ اَفَا۟ىِٕنْ مَّاتَ اَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلٰٓى اَعْقَابِكُمْ ۗ وَمَنْ يَّنْقَلِبْ عَلٰى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَّضُرَّ اللّٰهَ شَيْـًٔا ۗوَسَيَجْزِى اللّٰهُ الشّٰكِرِيْنَ

"Dan Muhammad hanyalah seorang Rasul, sebelumnya telah berlalu beberapa rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa berbalik ke belakang, maka ia tidak akan merugikan Allah sedikit pun. Allah akan memberi balasan kepada orang yang bersyukur" (QS Ali Imran ayat 144)

Para sahabat pun tersadar, lalu menangis terisak-isak. Mereka keluar ke jalan-jalan seraya mengulang-ulang ayat tersebut.


Demikianlah betapa kokoh keimanan Abu Bakar, serta sungguh besar kesetiaan dan kecintaannya kepada Rasulullah. Rasa cinta dibuktikan Abu Bakar dengan jalan membenarkan dan mengikuti secara totalitas apa pun yang telah diajarkan oleh Rasulullah Shalallahu’alaihiwasallam. Tiada keraguan sedikit pun.

Semoga kita terhimpun dalam barisan yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, serta dapat meneladani perjuangan yang dicontohkan oleh Rasulullah beserta para sahabatnya dalam mengamalkan syariat Allah dan mendakwahkannya. Aamiin. [EL]

 

Kontributor: Ummu Salwa. Writer, Author, Editor, dan Pegiat Literasi Kalsel.