AMAZINGSEDEKAH.COM- Viral di media sosial, kisah seorang bocah perempuan SD berusia 10 tahun yang gemar tidur dengan pacarnya. Sang pacar juga masih bocah lelaki berumur 13 tahun. Mereka baru dua minggu berkenalan dari media sosial (Instagram dan Tiktok). Cerita tersebut diungkapkan seorang dokter spesialis Obsgyn lewat Tiktok setelah melakukan pemeriksaan terhadap bocah perempuan tersebut.
Perilaku seks
bebas saat ini memang sangat memprihatinkan. Usia pelakunya semakin muda. Kasus
di atas menambah daftar tingginya angka zina di kalangan remaja. Kita tentu
belum lupa, fakta mengejutkan tahun lalu yang terjadi di Provinsi Jawa Timur,
mengenai lonjakan permintaan dispensasi nikah dini akibat hamil di luar nikah.
Jumlahnya mencapai ratusan hanya dalam rentang waktu satu bulan.
Fakta miris
tersebut disebabkan berbagai faktor. Ada faktor kurangnya pengawasan orang tua,
sistem pendidikan sekuler, derasnya pornografi/pornoaksi di media sosial, dan
lemahnya sanksi hukum terhadap pelaku zina. Yang menjadi benang merah adalah
toksiknya aroma liberalisme yang bertiup di negeri ini.
![]() |
Ilustrasi bahaya pergaulan bebas melalui media sosial. Foto: Amazing Sedekah/Canvapro |
Itulah bencana
seks bebas yang hendaknya mengguncang kesadaran seluruh pihak agar waspada
terhadap bahaya ide kebebasan. Tindakan preventif sulit dilakukan tatkala
masyarakat menjadi begitu individualistis sehingga amar ma’ruf nahi munkar
nyaris diabaikan, serta belum adanya tatanan yang mengatur sistem pergaulan di
negeri ini. Akhirnya garda terdepan pengawasan hanya bertumpu ke pundak orang
tua.
Mengingat pelaku sekaligus
korban gaul bebas kebanyakan adalah anak perempuan, tentu kelangsungan generasi
akan terancam. Sebagai orang tua, wajib memahami kedudukan anak perempuan dan
menyadari urgensinya mendidik anak perempuan.
Sejatinya, dalam
Islam, kedudukan wanita mulia bukan karena kecantikan, harta, atau jabatannya,
melainkan karena ketakwaan, yaitu melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan
larangan-Nya.
Dalam rumah
tangga, Allah Subhanahu wa Taala memuliakan wanita dengan memberi peran sebagai
sebagai ibu dan pengatur rumah tangga (umm[un] wa rabat al-bayt) yang
bertanggung jawab mengatur rumah tangganya di bawah kepemimpinan suami.
Dalam
kedudukannya sebagai pengatur rumah tangga, istri wajib melaksanakan
kewajiban-kewajibannya, antara lain menaati suaminya, meminta izin suami jika
keluar rumah, menyenangkan suami bila dipandang, dan mengatur rumah tangganya.
Sebagai ibu,
tugas besarnya adalah mengasuh dan mendidik anak-anaknya menjadi orang mulia.
Walaupun anak setelah besar akan dididik orang lain, tetapi ibulah pondasi
pendidikan mereka; ibulah madrasah utama dan pertama mereka.
Itulah kedudukan
seorang wanita yang harus dipahamkan oleh orang tua kepada anak perempuannya. Ilmu
yang diberikan kepada anak, baik anak lelaki maupun perempuan kelak menjadi
amal jariah jika anak mengamalkan dan menyampaikan kepada yang lain.
Spesial bagi
orang tua, terutama ayah, yang memiliki anak perempuan, ada beberapa hal
istimewa yang dijelaskan dalam hadis-hadis Rasulullah. Di antaranya adalah:
“Barang siapa mempunyai tiga orang anak
perempuan atau tiga saudara perempuan, dua orang anak perempuan atau dua
saudara perempuan, lalu dia memperlakukan mereka dengan baik dan bertakwa
kepada Allah dalam mengasuh mereka, maka baginya surga. “ (HR At-Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)
Dari Anas ra., Nabi saw. bersabda, “Barang siapa yang mengasuh dua anak perempuan
hingga keduanya balig, maka ia akan datang pada hari kiamat, aku dan dia
seperti ini (beliau menyatukan dua jarinya).” (HR Muslim).
Dari Jabir ra.bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa memiliki tiga anak perempuan,
ia mengasuh mereka (dalam rumahnya), mencukupi mereka, dan menyayangi
mereka, maka tentu telah wajib baginya surga.” Maka ada salah seorang dari kaum
berkata, “Kalau dua anak perempuan ya Rasulullah?” Nabi berkata, “Dua anak
perempuan juga.”(HR Ahmad).
Dalam riwayat
lain ada tambahan, “Sampai-sampai
kami menyangka kalau ada orang yang berkata, ‘Kalau satu anak perempuan?'”
Nabi menjawab, “Satu anak perempuan juga.”
Seorang ayah akan
diharamkan surga baginya jika dia membiarkan anak-anaknya terjerumus ke dalam
pergaulan yang tidak baik, membiarkan anak-anaknya berzina, tidak menutup
aurat, minum-minuman keras, dan berbagai tindak maksiat lainnya.
Sebagaimana sabda
Rasulullah saw., “Ada tiga orang yang Allah haramkan
masuk surga yaitu pecandu khamar, orang yang durhaka kepada orang tua, dan
dayyuts (orang yang tidak memiliki sifat cemburu yang menyetujui perkara keji
pada keluarganya).” (HR Ahmad)
Mendidik Anak
Perempuan agar Shalihah dan Siap Menjadi Ibu
Menanamkan akidah
terhadap anak, dimulai sejak kecil, sambil diperkenalkan dengan aturan-aturan
Islam. Bagi anak perempuan, tentu dididik agar memahami kedudukan dan perannya
sebagai perempuan, sebagaimana yang telah diuraikan di atas.
Imam Taqiyuddin
an-Nabhani dalam kitab Nizhamul Ijtimai’ fil Islam menjelaskan bahwa
mengurus rumah merupakan salah satu kewajiban di antara berbagai kewajiban
seorang istri yang pelaksanaan kewajiban itu sesuai dengan kemampuannya.
Rasulullah Shallallahu
alaihi wasallam telah memerintahkan kepada istri-istri beliau untuk mengerjakan
pekerjaan rumah. Misalnya, beliau berkata, “Ya ‘Aisyah, tolong ambilkan aku
minum. Ya ‘Aisyah, tolong ambilkan aku makan. Ya ‘Aisyah, tolong ambilkan aku
pisau dan asahlah dengan batu.”
Tidak ada sekolah
untuk calon ibu. Pendidikan formal yang disediakan negara saat ini hanya
mementingkan aspek intelektual. Berbeda dengan kurikulum pendidikan Islam yang
memberikan porsi pendidikan kerumahtanggaan untuk anak perempuan melalui fikih
dan keterampilan.
Hanya saja, meski
tak ada pendidikan formal, bukan berarti tak bisa diwujudkan. Membiasakan anak
perempuan mengerjakan pekerjaan rumah bisa dilakukan orang tua di rumah. Ibu
bisa meminta tolong anak perempuan untuk mengerjakan pekerjaan rumah sesuai
kemampuannya atau bekerja sama mengerjakan pekerjaan rumah. Anak akan tumbuh
dan terbiasa menikmati pekerjaan rumah bersama keluarga.
Misalnya, anak
perempuan usia TK bisa diminta tolong untuk mengelap debu pada perabot rumah
yang mungkin bisa dijangkau, merapikan mainannya dan buku-buku bacaan miliknya,
atau membantu melipat baju dari jemuran. Anak usia TK juga bisa dimintai tolong
menyiapkan baju ganti adik bayi sementara ibu memandikan adik. Selama pekerjaan
masih dalam batas kemampuan anak, tentu tidak akan memberatkan, apalagi ini
dikerjakan bersama sang ibu, tentu sangat menyenangkan.
Anak SD kelas 3
atau 4 sudah bisa diajak kerja sama untuk menyapu halaman, menyapu rumah,
mengupas bawang, memotong sayur. Bertambah usianya pada kelas 5 atau 6 bisa
dilatih mengerjakan pekerjaan yang tingkat kerumitannya bertambah, seperti
menyetrika baju, mencuci baju harian, memasak sayur sup, ataupun menyuapi
sarapan adik dan pekerjaan setara. Selama bukan bentuk instruksi, tetapi lebih
kepada ajakan untuk memanfaatkan waktu luang daripada sekadar bermain, hal ini
akan menjadi tantangan bagi mereka.
Pada waktu anak
perempuan beranjak baligh, mereka akan lebih siap menerima tanggung jawab yang
sebenarnya. Minimal mengerjakan pekerjaan rumah, meski dengan kualitas yang
mungkin sederhana. Pembebanan taklif syarak juga tidak akan memberatkan mereka
sebab telah terbiasa mengerjakan amanah.
Demikianlah
proses penyiapan anak perempuan agar kelak memahami tugas pokoknya kelak
sebagai wanita, yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Mereka tak
akan tergelincir pada ide kebebasan dan kesenangan semu yang menjauhkan dari
kedudukan mulianya sebagai wanita. [EL]
Kontributor: Ummu
Salwa.
Writer, author 14
novel, dan editor free-lance.