Minggu, 01 September 2024

Keutamaan Mendidik Anak Perempuan

 

Cara Mendidika Anak Perempuan

AMAZINGSEDEKAH.COM- Viral di media sosial, kisah seorang bocah perempuan SD berusia 10 tahun yang gemar tidur dengan pacarnya. Sang pacar juga masih bocah lelaki berumur 13 tahun. Mereka baru dua minggu berkenalan dari media sosial (Instagram dan Tiktok). Cerita tersebut diungkapkan seorang dokter spesialis Obsgyn lewat Tiktok setelah melakukan pemeriksaan terhadap bocah perempuan tersebut.

Perilaku seks bebas saat ini memang sangat memprihatinkan. Usia pelakunya semakin muda. Kasus di atas menambah daftar tingginya angka zina di kalangan remaja. Kita tentu belum lupa, fakta mengejutkan tahun lalu yang terjadi di Provinsi Jawa Timur, mengenai lonjakan permintaan dispensasi nikah dini akibat hamil di luar nikah. Jumlahnya mencapai ratusan hanya dalam rentang waktu satu bulan.

Fakta miris tersebut disebabkan berbagai faktor. Ada faktor kurangnya pengawasan orang tua, sistem pendidikan sekuler, derasnya pornografi/pornoaksi di media sosial, dan lemahnya sanksi hukum terhadap pelaku zina. Yang menjadi benang merah adalah toksiknya aroma liberalisme yang bertiup di negeri ini.

Bahaya medsos
Ilustrasi bahaya pergaulan bebas melalui media sosial. Foto: Amazing Sedekah/Canvapro

Itulah bencana seks bebas yang hendaknya mengguncang kesadaran seluruh pihak agar waspada terhadap bahaya ide kebebasan. Tindakan preventif sulit dilakukan tatkala masyarakat menjadi begitu individualistis sehingga amar ma’ruf nahi munkar nyaris diabaikan, serta belum adanya tatanan yang mengatur sistem pergaulan di negeri ini. Akhirnya garda terdepan pengawasan hanya bertumpu ke pundak orang tua.

Mengingat pelaku sekaligus korban gaul bebas kebanyakan adalah anak perempuan, tentu kelangsungan generasi akan terancam. Sebagai orang tua, wajib memahami kedudukan anak perempuan dan menyadari urgensinya mendidik anak perempuan.

Sejatinya, dalam Islam, kedudukan wanita mulia bukan karena kecantikan, harta, atau jabatannya, melainkan karena ketakwaan, yaitu melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya.

Dalam rumah tangga, Allah Subhanahu wa Taala memuliakan wanita dengan memberi peran sebagai sebagai ibu dan pengatur rumah tangga (umm[un] wa rabat al-bayt) yang bertanggung jawab mengatur rumah tangganya di bawah kepemimpinan suami.

Dalam kedudukannya sebagai pengatur rumah tangga, istri wajib melaksanakan kewajiban-kewajibannya, antara lain menaati suaminya, meminta izin suami jika keluar rumah, menyenangkan suami bila dipandang, dan mengatur rumah tangganya.

Sebagai ibu, tugas besarnya adalah mengasuh dan mendidik anak-anaknya menjadi orang mulia. Walaupun anak setelah besar akan dididik orang lain, tetapi ibulah pondasi pendidikan mereka; ibulah madrasah utama dan pertama mereka.

Itulah kedudukan seorang wanita yang harus dipahamkan oleh orang tua kepada anak perempuannya. Ilmu yang diberikan kepada anak, baik anak lelaki maupun perempuan kelak menjadi amal jariah jika anak mengamalkan dan menyampaikan kepada yang lain.

Spesial bagi orang tua, terutama ayah, yang memiliki anak perempuan, ada beberapa hal istimewa yang dijelaskan dalam hadis-hadis Rasulullah. Di antaranya adalah:

Barang siapa mempunyai tiga orang anak perempuan atau tiga saudara perempuan, dua orang anak perempuan atau dua saudara perempuan, lalu dia memperlakukan mereka dengan baik dan bertakwa kepada Allah dalam mengasuh mereka, maka baginya surga. “ (HR At-Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)

Dari Anas ra., Nabi saw. bersabda, “Barang siapa yang mengasuh dua anak perempuan hingga keduanya balig, maka ia akan datang pada hari kiamat, aku dan dia seperti ini (beliau menyatukan dua jarinya).” (HR Muslim).

Dari Jabir ra.bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa memiliki tiga anak perempuan, ia mengasuh mereka (dalam rumahnya), mencukupi mereka, dan menyayangi mereka, maka tentu telah wajib baginya surga.” Maka ada salah seorang dari kaum berkata, “Kalau dua anak perempuan ya Rasulullah?” Nabi berkata, “Dua anak perempuan juga.”(HR Ahmad).

Dalam riwayat lain ada tambahan, “Sampai-sampai kami menyangka kalau ada orang yang berkata, ‘Kalau satu anak perempuan?'” Nabi menjawab, “Satu anak perempuan juga.”

Seorang ayah akan diharamkan surga baginya jika dia membiarkan anak-anaknya terjerumus ke dalam pergaulan yang tidak baik, membiarkan anak-anaknya berzina, tidak menutup aurat, minum-minuman keras, dan berbagai tindak maksiat lainnya.

Sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Ada tiga orang yang Allah haramkan masuk surga yaitu pecandu khamar, orang yang durhaka kepada orang tua, dan dayyuts (orang yang tidak memiliki sifat cemburu yang menyetujui perkara keji pada keluarganya).” (HR Ahmad)

Mendidik Anak Perempuan agar Shalihah dan Siap Menjadi Ibu

Menanamkan akidah terhadap anak, dimulai sejak kecil, sambil diperkenalkan dengan aturan-aturan Islam. Bagi anak perempuan, tentu dididik agar memahami kedudukan dan perannya sebagai perempuan, sebagaimana yang telah diuraikan di atas.

Imam Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Nizhamul Ijtimai’ fil Islam menjelaskan bahwa mengurus rumah merupakan salah satu kewajiban di antara berbagai kewajiban seorang istri yang pelaksanaan kewajiban itu sesuai dengan kemampuannya.

Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam telah memerintahkan kepada istri-istri beliau untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Misalnya, beliau berkata, “Ya ‘Aisyah, tolong ambilkan aku minum. Ya ‘Aisyah, tolong ambilkan aku makan. Ya ‘Aisyah, tolong ambilkan aku pisau dan asahlah dengan batu.”

ibu pendidik generasi


Tidak ada sekolah untuk calon ibu. Pendidikan formal yang disediakan negara saat ini hanya mementingkan aspek intelektual. Berbeda dengan kurikulum pendidikan Islam yang memberikan porsi pendidikan kerumahtanggaan untuk anak perempuan melalui fikih dan keterampilan.

Hanya saja, meski tak ada pendidikan formal, bukan berarti tak bisa diwujudkan. Membiasakan anak perempuan mengerjakan pekerjaan rumah bisa dilakukan orang tua di rumah. Ibu bisa meminta tolong anak perempuan untuk mengerjakan pekerjaan rumah sesuai kemampuannya atau bekerja sama mengerjakan pekerjaan rumah. Anak akan tumbuh dan terbiasa menikmati pekerjaan rumah bersama keluarga.

Misalnya, anak perempuan usia TK bisa diminta tolong untuk mengelap debu pada perabot rumah yang mungkin bisa dijangkau, merapikan mainannya dan buku-buku bacaan miliknya, atau membantu melipat baju dari jemuran. Anak usia TK juga bisa dimintai tolong menyiapkan baju ganti adik bayi sementara ibu memandikan adik. Selama pekerjaan masih dalam batas kemampuan anak, tentu tidak akan memberatkan, apalagi ini dikerjakan bersama sang ibu, tentu sangat menyenangkan.

Anak SD kelas 3 atau 4 sudah bisa diajak kerja sama untuk menyapu halaman, menyapu rumah, mengupas bawang, memotong sayur. Bertambah usianya pada kelas 5 atau 6 bisa dilatih mengerjakan pekerjaan yang tingkat kerumitannya bertambah, seperti menyetrika baju, mencuci baju harian, memasak sayur sup, ataupun menyuapi sarapan adik dan pekerjaan setara. Selama bukan bentuk instruksi, tetapi lebih kepada ajakan untuk memanfaatkan waktu luang daripada sekadar bermain, hal ini akan menjadi tantangan bagi mereka.

Pada waktu anak perempuan beranjak baligh, mereka akan lebih siap menerima tanggung jawab yang sebenarnya. Minimal mengerjakan pekerjaan rumah, meski dengan kualitas yang mungkin sederhana. Pembebanan taklif syarak juga tidak akan memberatkan mereka sebab telah terbiasa mengerjakan amanah.

Demikianlah proses penyiapan anak perempuan agar kelak memahami tugas pokoknya kelak sebagai wanita, yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Mereka tak akan tergelincir pada ide kebebasan dan kesenangan semu yang menjauhkan dari kedudukan mulianya sebagai wanita. [EL]

 

Kontributor: Ummu Salwa.

Writer, author 14 novel, dan editor free-lance.